INFO NASIONAL — Kementerian Ketenagakerjaan bersinergi dengan asosiasi industri dan serikat pekerja dalam pelatihan vokasi untuk menyiapkan sumber daya manusia untuk menjawab tantangan zaman. "Tantangan kita saat ini adalah kesiapan tenaga kerja, bonus demografi, dan revolusi industri 4.0," ujar Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas, Bambang Satrio Lelono, di Jakarta, Senin, 23 September 2019.
Angkatan kerja saat ini sebanyak 136,18 juta, namun problem mismatch (ketidaksesuaian antara pendidikan dan kebutuhan tenaga kerja) mencapai 60 persen "Jadi, kalau saya bertemu 10 orang, hanya dua yang pekerjaannya sesuai latar belakang pendidikan. Delapan lainnya mismatch," kata Satrio dalam Diskusi Ketenagakerjaan menyongsong Revolusi Industri 4.0 dengan topik “Melalui Pelatihan Vokasi Perkuat Daya Saing Sumber Daya Manusia”.
Baca Juga:
Sementara itu, bonus demografi Indonesia pada 2030, jumlah usia produktif diprediksi mencapai 70 persen atau sekitar 113 juta tenaga kerja terampil. Bonus demografi menjadi positif jika jumlah usia produktif tersebut memiliki keahlian sesuai tuntutan industri. Jika sebaliknya, maka akan terjadi bencana demografi.
Pelatihan vokasi menjadi salah satu solusi yang dilakukan Kemnaker untuk menjawab tiga tantangan tersebut. Pelatihan pada Balai Latihan Kerja (BLK) menggiatkan program triple skilling yakni skilling, up-skilling, dan re-skilling.
Skilling adalah untuk angkatan kerja yang ingin mendapatkan keahlian. Up-skilling, pelatihan pekerja yang ingin meningkatkan keahlian, sedangkan re-skilling berguna untuk pekerja yang ingin mendapatkan keterampilan baru.
Baca Juga:
Guna menciptakan SDM yang sesuai tuntutan industri dan perkembangan zaman, pelatihan vokasi disinergikan oleh tripartit (pemerintah khususnya Kemnaker, pengusaha, dan serikat pekerja). Salah satu langkah sinergi, yakni pembentukan Komite Pelatihan Vokasi Nasional (KPVN) yang terdiri dari perwakilan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dan serikat pekerja.
Wakil ketua KADIN Bidang Ketenaga Kerjaan dan Hubungan Industrial, Anton J. Supit, berharap program triskiling segera berubah. Ia mencontohkan tugas BLK di Jerman hanya up-skilling dan re-skilling. "Di sini ada yang masuk BLK belum bisa apa-apa. Saya harap ke depan tidak lagi," ujarnya. Anton yang juga Ketua KPVN mengingatkan, Indonesia tak akan siap menghadapi tantangan bonus demografi jika BLK fokus pada skilling.
Sementara itu, Direktur UNI Global Union Asia Pasifik, Kun Wardana, mencontohkan keberhasilan serikat pekerja di Singapura menyiapkan anggotanya menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 dengan menerapkan konsep Workers 4.0. ”Dari awal dan selama bekerja, pegawai mendapat pengetahuan dan pelatihan sehingga tak ketinggalan zaman,” ujarnya.
Menurut Kun, peningkatan keahlian pekerja atau up-skilling berguna untuk menghadapi hilangnya sejumlah profesi, atau jenis pekerjaan tertentu sebagai dampak akibat revolusi industri 4.0.
Karena keterbatasan finansial, pemerintah juga mengajak perusahaan swasta untuk melaksanakan pelatihan vokasi. Sebagai insentif, Kementerian Keuangan telah mengeluarkan peraturan super deduction bagi Wajib Pajak Badan, yakni pengurangan penghasilan bruto hingga 200 persen. Syaratnya, perusahaan membiayai pelatihan vokasi kepada pemagang atau kegiatan praktik kerja, serta pembinaan dan pengembangan kompetensi. (*)