TEMPO.CO, Jakarta - Pembahasan Rancangan Undang-undang atau RUU Pertanahan, diwarnai isu suap. Dalam pembahasan RUU itu beredar surat berkop Komisi Pemberantasan Korupsi di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Surat itu berisi perintah pemantauan rencana penyerahan suap di kalangan anggota Dewan serta pejabat Kementerian Agraria dan Tata Ruang dari pengusaha.
Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali tak menampik kabar tersebut. Dia mengaku mendengar kabar serupa dari sejumlah anggota Dewan yang lain. "Tapi saya tidak memiliki salinan surat itu," kata Amali dikutip dari Majalah Tempo edisi Senin, 23 September 2019.
Salah seorang anggota Dewan sempat memperlihatkan salinan surat itu kepada Tempo. Surat tertanggal 3 Juli 2019 itu memuat tiga nama pejabat Kementerian ATR dan seorang pengusaha yang sudah masuk radar KPK. Di dalamnya juga terurai rencana kronologi penyerahan uang yang diserahkan dalam beberapa tahap. Total uang yang akan digelontorkan pengusaha tersebut Rp 37,5 miliar.
Amali sebelumnya juga membenarkan kabar bahwa sejumlah pengusaha sempat berdialog dengan anggota DPR membahas pengesahan RUU Pertanahan. Mereka adalah para profesional yang tergabung dalam sejumlah asosiasi, seperti Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia.
Menurut dia, forum audiensi itu merupakan proses lazim karena setiap produk legislasi wajib melibatkan partisipasi masyarakat. "Siapa pun kami dengar," katanya.
Seorang penegak hukum mengatakan KPK sempat akan melakukan operasi tangkap tangan terhadap pengusaha, pejabat Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta anggota DPR karena diduga akan melakukan transaksi suap terkait RUU Pertanahan.
"Dua kali rencana operasi tangkap tangan KPK bocor," kata sumber ini.
Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang Himawan Arief Sugoto mengaku mendengar kabar akan adanya operasi tangkap tangan tersebut. Namun dia membantah kabar bahwa pejabat di kementeriannya menerima uang pelicin untuk memuluskan proses pembahasan RUU Pertanahan.
Himawan tak risau terhadap kabar yang beredar itu. Menurut dia, pemerintah konsisten mendorong penyelesaian RUU Pertanahan sesuai arahan Presiden Joko Widodo. "Kalau kita punya niat benar, kenapa harus takut?" kata dia.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan lembaganya memang memonitor pembahasan RUU Pertanahan. Tapi dia menolak berkomentar soal rencana operasi tangkap tangan itu.
Menurus Syarif, KPK telah mengkaji khusus rancangan itu dengan sejumlah pakar pertanahan. Syarif pun meminta rencana pengesahan RUU Pertanahan pada Selasa, 24 September 2019 itu ditunda. "Sebaiknya tak diundangkan dulu karena memiliki banyak kerancuan," kata Syarif.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | RIKY FERDIANTO | MAJALAH TEMPO