INFO NASIONAL — Saat ini Kabupaten Banggai sebagaimana daerah lainnya di Indonesia sedang berperang melawan stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kondisi gagal tumbuh pada anak balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi berulang. kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa jumlah balita stunting di Kabupaten Banggai mencapai 31,2 persen atau di atas angka rata-rata nasional (30,8 persen).
Penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang merugikan, seperti terhambatnya tumbuh kembang anak. Stunting mempengaruhi perkembangan otak, sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting berisiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan berbagai bentuk masalah gizi diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.
Baca Juga:
Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan beberapa dokumen lainnya. Dari delapan indikator utama intervensi penurunan stunting terintegrasi, terdapat empat indikator yang ditentukan melalui pengukuran antropometri. Di antaranya prevalensi stunting pada anak batita dan balita, persentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), prevalensi balita kekurangan gizi (underweight) dan prevalensi balita wasting (kurus).
Antropometri adalah ilmu dalam pengukuran komposisi tubuh manusia dan bagian-bagiannya yang menggambarkan dimensi tubuh. Antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia yang pada dasarnya memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, berat), dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomik dalam memerlukan interaksi manusia. Dalam antropometri, parameter pengukuran yang sangat sering digunakan adalah berat badan dan tinggi/panjang badang.
Untuk menghasilkan data pengukuran berat badan dan tinggi badan yang valid dan akurat, diperlukan ketrampilan khusus pada petugas pengukur. Hal tersebut menjadi dasar untuk monitoring dan evaluasi pertumbuhan anak serta penentuan besaran prevalensi stunting, BBLR, underweight dan wasting yang bisa dipertanggungjawabkan. Karena problem yang ada saat ini, data dari indikator-indikator di atas didapatkan dari data yang dikumpulkan oleh petugas/kader yang belum dapat diyakini keahliannya.
Baca Juga:
Untuk maksud tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai bekerja sama dengan Universitas Hasanudin Makasar melaksanakan Training of Trainer (TOT) antropometri untuk menghasilkan tenaga pengukur yang berkualitas dan memiliki Gold Standar (standar yang paling baik yang secara ideal memberikan 100 persen hasil yang benar).
Pelatihan yang dibuka langsung oleh Wakil Bupati Banggai ini diselenggarakan selama tiga hari, 20-22 September 2019, di Hotel Swiss Bell Luwuk itu menghadirkan instruktur utama Abas Jauhari, pelatih senior yang telah banyak melahirkan modul-modul pengukuran pertumbuhan yang digunakan oleh Kementrian Kesehatan RI, yang didampingi Lucy Widasari yang pernah menjadi pelatih utama Riskesdas 2018. Selain itu, hadir pula memberikan materi Purnawan Junadi (Guru Besar UI), Abdul Razak Thaha (Guru Besar Universitas Hasanuddin), dan Junaedi Dahlan (Dosen Universitas Hasanuddin).
Peserta pelatihan adalah tenaga gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai, tenaga pelaksana gizi puskesmas dan dosen, serta mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tompotika Luwuk. Para peserta tersebut menerima materi-materi tentang pengukuran antropometri sekaligus praktik pengukuran di lapangan. Output dari pelatihan ini didapatkan 10 pengukur pertumbuhan/antropometri Gold Standar. Tenaga ini selanjutnya melatih 20 Pembina Keluarga yang bertugas di desa-desa lokus dan nonlokus stunting di Kabupaten Banggai. Dengan terselenggaranya pelatihan TOT Antropometri ini, anak balita stunting di Kabupaten Banggai dapat terukur dengan baik dan valid dalam waktu yang tepat, sehingga dapat menghasilkan model perencanaan, monitoring, dan evaluasi yang bisa dipertanggungjawabkan. (*)