TEMPO.CO, Jakarta - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengkritik rumusan draf Rancangan Undang-undang Pertanahan (RUU Pertanahan) yang dinilai tak sejalan dengan semangat reforma agraria. Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika menilai RUU Pertanahan malah menyimpang dengan membuka ruang bagi mafia tanah dan para elite.
"Bab Reforma Agraria dalam RUU Pertanahan yang digadang-gadang, hanya pemanis belaka dan sangat parsial," kata Dewi Kartika lewat keterangan tertulis, dikutip Kamis, 19 September 2019.
Dewi menilai pasal-pasal lain dalam RUU Pertanahan justru bertentangan dengan spirit reforma agraria itu sendiri. Dia menyoroti pasal-pasal yang mengatur ihwal pasar tanah, pasal pemutihan bagi korporasi besar, dan pasal pemidanaan yang berpotensi mengkriminalisasi rakyat kecil.
"Keseluruhan pasal lainnya bertentangan dengan spirit RA itu sendiri, dan tengah menggiring Indonesia menjadi negara liberal," kata dia.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional berkukuh ingin mengesahkan RUU Pertanahan pada bulan ini. Ketua Komisi Pemerintahan DPR Zainudin Amali pun menargetkan rapat pengambilan keputusan tingkat I pada Senin pekan depan, dilanjutkan paripurna pada Selasa, 24 September.
Dalam draf RUU Pertanahan per tanggal 9 September, reforma agraria diatur dalam Bab VI. Pasal 63 menyebutkan reforma agraria meliputi penataan aset dan penataan akses. Penataan aset meliputi penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dalam rangka menciptakan keadilan di bidang penguasaan dan pemilikan tanah.
Adapun penataan akses meliputi pemberian kesempatan akses permodalan maupun bantuan lain kepada subyek reforma agraria, pengelolaan bersama dalam bentuk koperasi, atau bentuk lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis pada pemanfaatan tanah.