4. Kewenangan merekrut penyelidik independen dihilangkan
Pasal 43 UU KPK baru mengatur bahwa penyelidik KPK dapat berasal dari kepolisian, kejaksaan, instansi pemerintah lainnya, dan/atau internal KPK. Namun Pasal 43A menyebutkan penyelidik tersebut harus lulus pendidikan di tingkat penyelidikan. Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, pembinaan terhadap penyelidik dan penyidik pegawai negeri sipil berada di bawah naungan kepolisian.
5. Pegawai KPK tunduk pada UU ASN
Pasal 24 UU KPK yang baru menetapkan status kepegawaian KPK harus aparatur sipil negara (ASN). Hal ini dinilai akan mengganggu independensi pegawai KPK.
"Ini mendegradasi KPK dari lembaga independen menjadi lembaga di bawah pemerintah, sebagai pegawai negeri atau ASN yang berada di bawah garis komando subordinasi," kata pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar.
6. Peran dewan pengawas terlalu dominan
Keberadaan dewan pengawas dinilai akan mendominasi dan mengganggu independensi KPK. Wewenang dewan pengawas juga bukan cuma mengawasi dan mengevaluasi, tetapi masuk dalam keseharian teknis penanganan perkara. Peran dewan pengawas ini tertuang dalam Pasal 37B.
"Dewan pengawas ini pemborosan, tak efektif, dan bisa menjadi alat intervensi," kata Abdul Fickar Hadjar.
7. Kewenangan menerbitkan SP3
UU KPK yang baru mengatur kewenangan menghentikan penyidikan dan penuntutan apabila penyidikan dan penuntutan suatu perkara tak selesai dalam jangka waktu 2 tahun. Aturan ini ada di Pasal 40 UU KPK hasil revisi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana menilai aturan ini diskriminatif dengan UU Kepolisian dan Kejaksaan. UU Kepolisian, misalnya, tak mengatur batas waktu tertentu dalam penghentian penyidikan. Pembatasan hanya berdasarkan kadaluwarsa perkara sesuai dengan ancaman hukuman.
8. Perkara korupsi yang sedang ditangani bisa tiba-tiba berhenti
UU KPK ini langsung berlaku setelah diundangkan. Akibatnya, penanganan perkara yang saat ini tengah berlangsung di komisi antikorupsi bisa tiba-tiba berhenti dengan berlakunya UU ini. Padahal, saat ini KPK masih menangani sejumlah kasus korupsi seperti e-KTP, Bank Century, BLBI, Pelindo II, dan sebagainya.