TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif menganggap revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi telah melampaui instruksi dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. "Revisi yang disepakati kemarin bahkan melampaui instruksi Presiden yang disampaikan dalam konferensi pers minggu yang lalu," kata Syarif dalam keterangan tertulis, Selasa, 17 September 2019.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan lembaganya juga melihat ada sejumlah perubahan aturan yang berbeda dengan poin yang disampaikan presiden. Perubahan tersebut, kata dia, berpotensi memperlemah kerja KPK. "Untuk mencegah efek yang terlalu buruk ke KPK, kami segera menyisir setiap pasal dan ayat yang ada di UU tersebut," kata Febri.
Untuk menyisir pasal tersebut, KPK membentuk tim transisi. Tim bertugas menelaah konsekuensi perubahan UU terhadap kerja KPK dan pegawai. Tim ini akan juga akan merekomendasikan tindak lanjut perubahan UU kepada pimpinan.
Pada Jumat, 13 September 2019, Jokowi menyampaikan sejumlah keberatan mengenai substansi revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Poin pertama, Jokowi mengaku tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. Pihak eksternal yang dimaksud, misalnya pengadilan. KPK, kata Jokowi, cukup memperoleh izin penyadapan dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan.
Poin kedua, Jokowi tidak setuju penyidik dan penyelidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan. Menurut dia, penyelidik dan penyidik seharusnya bisa dari unsur aparatur sipil negara yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lain. "Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar," katanya.
Poin ketiga, Jokowi mengaku tidak setuju jika KPK diwajibkan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam hal penuntutan. Sebab, sistem penuntutan saat ini sudah berjalan baik sehingga tidak perlu diubah.
Poin keempat, Jokowi keberatan tentang pengelolaan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) jika dikeluarkan dari KPK, lalu diberikan kewenangannya kepada kementerian atau lembaga lain. "Tidak. Saya tidak setuju. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini," ujarnya.