TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan pegawai, pegiat antikorupsi dan masyarakat sipil menggelar aksi simbolik memakamkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa malam, 17 September 2019. Aksi ini digelar sebagai bentuk kekecewaan terhadap pengesahan revisi Undang-Undang KPK oleh DPR.
Puncak aksi ialah penaburan bunga di replika batu nisan bertuliskan 'RIP KPK 2002-2019' pada sekitar pukul 20.00. Saat proses tabur bunga tersebut, seorang peserta aksi melalui pengeras suara menyindir peran Presiden Joko Widodo dalam revisi UU KPK ini. Ia mengatakan karena KPK sudah mati, ia mempersilahkan masyarakat menagih utang pemberantasan korupsi ke Jokowi.
"Kami sebagai keluarga besar masyarakat antikorupsi di Indonesia ingin menyampaikan apabila ada hal-hal terkait utang piutang pemberantasan korupsi, yang terhambat akibat diketok palunya revisi UU KPK ini, silakan anda menghubungi keluarga kami, yang akan diwakili oleh bapak kami, Jokowi," kata pembawa acara tersebut dalam aksi tadi malam.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati mengatakan acara tabur bunga di replika nisan itu merupakan simbolisasi dimatikannya KPK oleh DPR dan Jokowi. Ia mengatakan DPR dan pemerintah telah bersekongkol untuk melemahkan KPK.
"Ada persekongkolan DPR dan Presiden mematikan KPK, setelah dimasukkannya nama-nama bermasalah sebagai ketua KPK, kini ada revisi UU KPK," kata dia.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Arief Maulana mengatakan pemerintah dan DPR telah mengkhianati amanat reformasi yakni memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. "Bukan penguatan tapi pelemahan KPK dan dibunuh dengan menghapus kewenangan penting," kata dia.