TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan saat ini sedang mengkaji revisi UU KPK yang telah disahkan DPR untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun mereka mengakui masih memerlukan diskusi lebih lanjut kemungkinan langkah apa yang akan diambil.
“Judicial review atau pengujian materi ke Mahkamah Konstitusi itu langkah yang sejauh ini masih memungkinkan dilakukan,” kata peneliti ICW Laola Easter, kepada wartawan saat berdemonstrasi menolak revisi UU KPK di depan Gedung DPR Selasa 17 Agustus 2019.
Laola menyoroti soal Dewan Pengawas KPK yang diatur dalam UU KPK baru. Menurutnya secara substantif dewan pengawas ini dapat menghambat kerja-kerja KPK.
Pasalnya dewan pengawas memiliki kewenangan memberi izin kepada KPK untuk penyadapan dan penyitaan. “Jadi upaya-upaya hukum itu di internal KPK sendiri harus melalui mekanisme dewan pengawas,” kata dia.
Ia juga menyinggung soal mekanisme pemilihan dewan pengawas. Pemilihan dewan pengawas di Pasal 37E yang disebut menjadi kewenangan penuh presiden dianggap berpotensi konflik kepentingan.
“Dewan pengawas dari awal jadi titik krusial yang dari awal harus dikritisi. Karena bentuknya masih sangat bermasalah,” ucapnya.
Revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau revisi UU KPK resmi disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-9 DPR siang ini, Selasa, 17 September 2019.
"Apakah pembicaraan tingkat dua, pengambilan keputusan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" tanya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang memimpin sidang.
"Setujuuu," jawab anggota DPR serempak.