TEMPO.CO, Jakarta - Southeast Asia Freedom of Expression Network atau Safenet mendesak DPR agar segera menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) atau UU Keamanan Siber.
“RUU KKS ini tidak ada dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019. Hal ini menimbulkan pertanyaan," kata Direktur Eksekutif Safenet Damar Juniarto dalam keterangan tertulisnya pada Senin, 16 September 2019.
Dia mempertanyakan mengapa RUU Keamanan Siber seperti lebih diutamakan daripada peraturan perundangan lain dalam tata kelola di ranah siber, seperti RUU Pelindungan Data Pribadi.
Damar mengatakan keamanan siber harus memperhatikan keamanan individu, bukan mereduksi dan memberi ruang yang terbatas bagi individu
Safenet menyoroti beberapa pasal di dalam RUU KKS ini berpotensi mengancam privasi dan kebebasan berekspresi seperti pasal 11, pasal 14 ayat 2 f, pasal 31.
Pada Senin lalu Rapat Paripurna DPR memutuskam membentuk Panitia Khusus (Pansus) dan anggotanya. RUU ini usul inisiatif Badan Legislatif (Baleg) DPR yang dibahas sejak Mei 2019.
Rancangan UU KKS akan dibahas oleh Pansus dengan melibatkan Kementerian Pertahanan dan Keamanan dari pihak pemerintah.
Jika Rancangan UU KKS disahkan, menurut Damar, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) memiliki kedudukan hukum yang lebih kuat daripada sebelumnya.
Kini BSSN hanya diatur lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2017 dan Perubahan Peraturan Presiden Nomor 133 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara.
Damar berpendapat kewenangan BSSN sudah luas hingga dapat mengeluarkan regulasi keamanan siber dan melaksanakan diplomasi siber.
Dia khawatir kewenangan terlampau besar itu menimbulkan tumpang tindih dalam pelaksanaan UU KKS nanti.