TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana mengatakan semestinya kerja kemanusiaan yang dilakukan aktivis HAM yang juga pengacara mahasiswa Papua, Veronica Koman dilindungi.
"Mestinya posisi dia harus dipahami polisi sebagai advokat dan human rights defender, yang peran uniknya harusnya dilindungi dalam kerja-kerja kemanusiaan yang dilakukan. Itu yang semestinya dia peroleh," kata Arif di Jakarta pada Ahad, 15 September 2019.
Arif mengatakan kepolisian berlebihan dalam menetapkan Veronica sebagai tersangka yang dijerat pasal dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dia menilai kepolisian harus menguji tuduhan itu secara tepat mengingat Veronica hanya melaksanakan tugasnya sebagai advokat bagi Aliansi Mahasiswa Papua dan melakukan fungsi pemantauan.
Selain itu, Arif menuturkan tindakan polisi memeriksa rekening Veronica juga berlebihan. Sebab tak ada hubungan antara rekening dengan pasal yang disangkakan kepada aktivis HAM itu.
"Makanya dalam hal ini kepolisian harusnya berhati-hati melaksanakan fungsi penyidikan. Polisi berwenang, tapi kalau itu dilakukan sewenang-wenang, justru dikhawatirkan kasus ini kemana-mana. Enggak fokus," katanya.
Sebelumnya, Veronica akhirnya buka suara soal penetapannya sebagai tersangka. Dia mengatakan sengaja tak menanggapi keputusan Kepolisian Daerah Jawa Timur itu.
"Hal ini saya lakukan bukan berarti karena semua yang dituduhkan itu benar, namun karena saya tidak ingin berpartisipasi dalam upaya pengalihan isu dari masalah pokok yang sebenarnya sedang terjadi di Papua," kata Veronica lewat akun Twitternya pada Sabtu, 14 September 2019.
Veronica mengatakan kriminalisasi yang menimpanya hanyalah satu dari sekian banyak kasus intimidasi besar-besaran yang sedang dialami orang Papua saat ini.
Veronica Koman berpendapat, pemerintah pusat beserta aparatur nampak tidak kompeten dalam menyelesaikan konflik berkepanjangan di Papua. "Hingga harus mencari kambing hitam atas apa yang terjadi saat ini," kata dia. "Cara seperti ini justru memperdalam luka dan memperuncing konflik Papua."