TEMPO.CO, Jakarta - Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyampaikan keprihatinan atas sejumlah polemik yang dialami Komisi Pemberantasan Korupsi. PGI menilai polemik ini tak terlepas dari seleksi pemilihan calon pimpinan KPK 2019-2023 dan aspirasi yang seakan diabaikan. "Aspirasi masyarakat yang menghendaki pimpinan KPK yang mumpuni dalam memberantas korupsi, antara lain bersih dari cacat korupsi maupun etika, nampaknya kurang diindahkan dalam proses pemilihan kali ini," kata Sekretaris Umum PGI Gomar Gultom kepada Tempo, Jumat, 13 September 2019.
PGI dapat memahami dan menghargai keputusan mundurnya pimpinan KPK hari ini. "Pengunduran diri ini simbol perlawanan terhadap proses pemilihan yang sarat kepentingan itu." Menurut dia, keputusan itu reaksi atas pemilihan pimpinan baru KPK. Gomar mengatakan hal ini merupakan bentuk pembelajaran bagi bangsa yang menurutnya kian pragmatis.
Komisi Hukum DPR telah memilih lima pimpinan KPK periode 2019-2023, yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, dan Lili Pintauli Siregar. Komisi Hukum bahkan menetapkan Firli sebagai ketua meski inspektur jenderal polisi itu banyak disorot.
Firli dianggap pernah melakukan pelanggaran etik berat ketika menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Pimpinan KPK menyatakan Firli pernah bertemu dengan sejumlah pihak yang terseret perkara yang tengah ditelisik komisi antikorupsi.
Selang beberapa jam setelah Dewan Perwakilan Rakyat memilih lima pimpinan KPK periode 2019-2023, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengundurkan diri. Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyatakan menyerahkan pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo.
Persoalan berikutnya yang dialami KPK adalah upaya pelemahan melalui revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK. Pembahasan revisi UU KPK dilakukan bersamaan ketika proses seleksi capim KPK masih berlangsung kemarin malam, Kamis, 12 September 2019.
PGI berharap Presiden Joko Widodo mengambil peran untuk menghentikan pelemahan KPK melalui revisi UU ini. "Kita tidak menghendaki periode kedua Jokowi sebagai Presiden, semangat pemberantasan korupsi ini akan banyak terhalang oleh posisi KPK yang sudah lemah nantinya."
BUDIARTI UTAMI PUTRI | ANDITA RAHMA