TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik pidato Presiden Jokowi terkait revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut ICW, tidak ada penguatan untuk KPK yang disampaikan Jokowi.
"Dosis berat pelemahan KPK oleh DPR dikurangi sedikit oleh Presiden, tidak ada penguatan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Sabtu, 14 September 2019.
Menurut Kurnia, keberadaan Dewan Pengawas usulan presiden hanya berubah pada sisi mekanisme pemilihan. Sisanya, sama-sama melemahkan KPK. Keberadaan dewan itu membuat birokrasi penyadapan semakin ruwet dan berpotensi menghilangkan momentum menangkap koruptor.
Selain itu, Jokowi dalam pidatonya juga mengatakan tidak setuju bahwa penyelidik dan penyidik KPK hanya dari kepolisian dan jaksa. Jokowi bilang penyidik KPK harusnya juga bisa Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Menurut Kurnia, hal ini bakal menyebabkan KPK berjalan seperti siput. Pasalnya, PPNS harus tunduk pada mekanisme korwas yang dikendalikan oleh Kepolisian.
"Alih-alih KPK menjadi lembaga yang mensupervisi dan mengkoordinasi penanganan pidana korupsi, penyelidik dan penyidik KPK disupervisi oleh Kepolisian," kata dia.
Sebelumnya Presiden Jokowi telah menerbitkan Surat Presiden soal pembahasan revisi UU KPK. Dengan surat itu, pembahasan revisi UU KPK pun telah dimulai oleh DPR RI pada Jumat kemarin. Sayangnya, rapat panitia kerja revisi UU KPK dibuat tertutup sehingga tak bisa diawasi oleh masyarakat.