TEMPO.CO, Bali - Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Bali Anti Korupsi atau Ammbak pesimistis dengan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah Inspektur Jenderal Firli Bahuri terpilih menjadi ketua lembaga antikorupsi itu.
“Latar belakang Firli diduga cacat ketika menjadi Direktur Penyidikan KPK,” kata koordinator Ammbak, Javents Lumbatobing, Jumat, 13 September 2019.
Presiden BEM Universitas Udayana ini juga menilai DPR tidak memperhatikan aspirasi masyarakat ketika memilih ketua lembaga antikorupsi ini. Javents mengatakan banyak masyarakat yang sudah bersuara menolak pimpinan KPK bermasalah. “Ruang aspirasi tidak ada. Seperti orde baru saja,” ujarnya.
Nama Firli Bahuri sejak awal pemilihan calon pimpinan KPK sarat dengan kontroversi. Hanya sehari menjelang pemilihan Ketua KPK di DPR, dari Gedung KPK, perlawanan terhadap Firli menguat.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menggelar konferensi pers tentang pelanggaran etik berat yang dilakukan Firli Bahuri saat menjadi Deputi Penindakan di KPK.
Menurut dia, Kepala Polda Sumatera Selatan itu tercatat melakukan sejumlah pertemuan dengan pihak yang terseret perkara korupsi di KPK.
Iklan
"Hasil pemeriksaan pengawas internal adalah terdapat dugaan pelanggaran berat," kata Saut Situmorang di kantornya, Jakarta, Rabu, 11 September 2019. Saut pun memilih mengundurkan diri dari KPK setelah DPR memilih pimpinan KPK yang baru. Firli bolak-balik membantah.
Javents mengatakan serangan juga datang ketika DPR menggodok rencana perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (revisi UU KPK) yang bakal melemahkan lembaga antikorupsi ini.
Selain itu, Ammbak bersama aliansi masyarakat lainnya berencana akan menggelar aksi secara nasional untuk menunjukkan kepedulian terhadap KPK. “Mundurnya beberapa
pihak dari KPK juga menunjukkan lembaga ini sedang bermasalah dengan pimpinan yang baru,” katanya.
Pada Kamis, 12 September 2019 Ammbak menggelar aksi di sekitar kawasan Renon, Denpasar hingga ke gedung DPRD Bali. Aksi yang diikuti sekitar 300 orang ini ingin memberikan dukungan agar revisi Undang-Undang KPK tidak dilakukan.
Ammbak juga menyerahkan pernyataan sikap kepada anggota DPRD Bali. “Kami ingin DPRD Bali juga ikut bersuara terkait revisi Undang-Undang
KPK,” kata Javents.