TEMPO.CO, Jakarta-Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023 dari Kejaksaan Agung, Johanis Tanak mengatakan dia merasa harus melaporkan kepada atasannya terlebih dulu jika menangani perkara yang melibatkan politikus. Jika dilarang oleh atasannya, dalam hal ini Jaksa Agung, dia merasa tak bisa berbuat apa-apa.
Hal ini disampaikan Johanis saat dicecar soal apakah intervensi Jaksa Agung ketika dia menangani kasus korupsi mantan Gubernur Sulawesi Tengah Bandjela Paliudju. Johanis awalnya mengaku dia tak tahu bahwa Bandjela seorang politikus Partai Nasdem. Kasus ini ditangani Johanis ketika menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulteng.
"Saya tidak tahu anggota parpol. Di situlah kekurangan saya, saya tidak melihat dari kalangan politik tertentu," kata Johanis dalam fit and proper test dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis, 12 September 2019.
Pernyataan ini kemudian dipotong oleh Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Mulfachri Harahap.
"Apa bedanya kalau anggota parpol?" tanya Mulfachri.
"Kalau saya tahu dari parpol, saya tentunya akan menanyakan juga bagaimana pertimbangan-pertimbangan. Seperti saya katakan tadi apakah ada treatment khusus untuk potential suspect yang berasal dari parpol-parpol tertentu," kata Johanis.
"Tindakan kan harus sama terhadap siapa pun, semua orang sama di hadapan hukum," kata Mulfachri lagi.
"Betul Pak Ketua, tidak ada satu pengecualian. Tapi kewajiban saya melaporkan bahwa ini dari parpol. Nah kalau memang itu dilarang saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena memang dalam UU Kejaksaan Jaksa Agung adalah pimpinan tertinggi," kata Johanis.
Johanis mengatakan dia hanya mendapat delegasi kewenangan dari Jaksa Agung. Dia merasa harus mengikuti perintah atasannya. Namun, dia berdalih tetap akan memberikan argumentasi hukum yang beralasan kepada bosnya.
"Kalimat tadi menjadi bias, karena enggak ada urusannya. Kalau memang secara hukum buktinya cukup dari parpol mana pun saya kira tidak ada kewajiban aparat hukum melaporkan ke atasannya bahwa si A calon tersangka, berasal dari parpol tertentu lalu aparat di bawahnya menunggu sikap atasan mau lanjut atau tidak," kata Mulfachri.
Perkara yang membelit Bandjela Paliudju itu sudah sampai ke persidangan tindak pidana korupsi di Palu. Majelis hakim yang menyidangkan perkara itu pada 2016 mementahkan seluruh dakwaan jaksa yang ingin gubernur tersebut divonis 9 tahun penjara dalam kasus biaya operasional gubernur tahun 2006-2011.
BUDIARTI UTAMI PUTRI