TEMPO.CO, Jakarta - Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) Nawawi Pomolango menyatakan setuju dengan sebagian poin revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu disampaikan Nawawi saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Kompleks Parlemen, Senayan pada Rabu, 11 September 2019.
"Saya tidak setuju keseluruhan. Sebagian it's okay, tetapi ada sebagian mesti ditinjau," ujar Nawawi di Kompleks Parlemen, Senayan pada Rabu, 11 September 2019.
Beberapa poin yang disetujui Nawawi yakni kewenangan KPK dalam mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan atau SP3. Dia menyebut, hal tersebut diperlukan berdasarkan pengalamannya selama 30 tahun dia menjadi hakim.
Dia menyebut, pernah menyidangkan kasus. Dari seseorang menjadi saksi, hingga dia menjadi tersangka. Namun, sudah tiga tahun, status seseorang itu masih tersangka. "Kasusnya terombang-ambing tidak jelas," ujar Nawawi.
Hakim Pengadilan Tinggi Denpasar ini berpatokan pada UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasal 109 ayat (2), yang berbunyi; "Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau
keluarganya".
"Jadi ada kepastian hukum kalau ada kewenangan SP3 ini, jangan gantung orang sampai mati jadi tersangka. Jangan ada lagi RJ Lino, RJ Lino yang baru," ujar Nawawi.
Nawawi juga sepakat dengan poin revisi UU KPK lainnya, yakni pembentukan Dewan Pengawas KPK dan pengaturan penyadapan. "Dewan Pengawas itu, it's okay. Pengawasan bukan barang baru di pengadilan. Begitupula, poin penyadapan, saya kira perlu dibuat batasan agar jangan sampai masuk ke ranah pribadi," ujar dia.
Nawawi juga setuju dengan poin pegawai KPK akan menjadi aparatur sipil negara, bukan lagi entitas independen yang terpisah dari eksekutif, sebab menurutnya, WP KPK saat ini seakan-akan sudah menjadi oposisi pemerintah.
"Kalau mau jadi oposisi, silakan masuk ke partai. Bukan wadah pegawai," lanjut Nawawi.
Selain poin-poin itu, dia menyoroti poin revisi lainnya yang menurut Nawawi mesti dikaji ulang. "Misalnya, penuntutan yang harus dikoordinasikan dengan kejaksaan Agung. Ini harus dipikir-pikir dulu gitu. Dimana letak independensi KPK kalau kemudian tuntutan harus dikoordinasikan dengan kejaksaan?" ujar Nawawi.
DEWI NURITA