TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Limited atau Petral Bambang Irianto sebagai tersangka mafia migas.
Ia diduga menerima hadiah atau janji terkait kegiatan perdagangan minyak mentah dan produksi kilang di Pertamina.
"Setelah terpenuhi bukti permulaan yang cukup, KPK meningkatkan perkara ke penyidikan dan menetapkan BTO sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief di kantornya, Jakarta Selatan pada Selasa, 10 September 2019.
Menurut Laode Syarief, kasus ini berawal ketika Bambang diangkat menjadi Vice President Marketing Pertamina Energy Service pada Mei 2009. Salah satu tugasnya adalah membangun dan mempertahankan jaringan bisnis dengan komunitas perdagangan, mencari peluang dagang yang akan menambah nilai untuk perusahaan, mengamankan ketersediaan suplai, serta melakukan perdagangan minyak mentah dan produk kilang.
Lalu, pada 2008, saat Bambang masih di jabatan yang sama, ia bertemu dengan perwakilan Kernel Oil Ltd yang merupakan salah satu rekanan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES/PT Pertamina (Persero). Bambang melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan PT. Pertamina (Persero) yang dapat diikuti oleh National Oil Company, Major Oil Company, Refinery, maupun trader.
Kemudian, pada periode 2009 sampai Juni 2012, perwakilan Kernel Oil beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES/PT Pertamina (Persero).
"Tersangka BTO selaku VP Marketing PES membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang. Dan sebagai imbalannya diduga Bambang Irianto menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri," kata Syarief.
Bahkan, kata Syarif, Bambang Irianto sempat mendirikan Siam Group Holding Ltd untuk menampung penerimaan tersebut. Adapun, perusahaan itu memiliki kedudukan hukum di British Virgin Island.
Atas dugaan tersebut, Bambang disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsidair Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.