TEMPO.CO, Bogor - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan rasa kasih sayang dan persaudaraan masyarakat Indonesia belakangan mulai melemah.
Ia melihat yang terjadi sekarang ini justru ada rasa permusuhan yang menguat di antara kelompok-kelompok yang berbeda identitas.
"Ini lampu kuning. Ini sebuah fenomena dan arus buruk yang membahayakan masyarakat dan bangsa kita," kata Presiden RI keenam ini dalam pidato kontemplasi di Pendopo Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Senin malam, 9 September 2019.
Dalam pidatonya, ia mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia amatlah majemuk, baik dari segi suku, agama, etnis, dan kedaerahan. Juga beragam dari sisi paham dan aliran, baik politik maupun ideologi, serta dari segi strata sosial ekonomi.
Sejarah, kata ayah Agus Harimurti Yudhoyono ini, menunjukkan bahwa kemajemukan ibarat dua sisi mata uang. Di satu segi merupakan anugerah kekayaan dan kekuatan, sekaligus di sisi lain menjadi rawan dan sumber konflik.
Dia pun menilai tak ada resep ajaib untuk menjaga persatuan dan kerukunan, kecuali seluruh masyarakat memperkuat nilai-nilai fundamental dan menjalankannya sungguh-sungguh.
Nilai fundamental ini, kata dia, yakni kasih sayang dan persaudaraan. Namun, bapak dari Edhie Baskoro Yudhoyono ini juga menilai dua nilai fundamental tersebut kian melemah oleh kebencian dan permusuhan.
"Kita semua harus mengambil tanggung jawab untuk menghentikan dan membalikkan fenomena dan arus yang salah ini, untuk selanjutnya kembali ke arah yang benar," ucapnya.
Pidato kontemplasi ini disampaikan SBY dalam rangkaian peringatan ulang tahunnya yang ke-70 yang jatuh hari ini. Selain itu, 9 September ini juga bertepatan dengan perayaan ulang tahun Partai Demokrat yang ke-18 dan peringatan 100 hari meninggalnya Kristiani Herrawati atau Ani Yudhoyono.