TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPR RI Komisi III Arsul Sani menyebut bahwa isu revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) akan menjadi salah satu dari beberapa isu yang akan dominan ditanyakan anggota Komisi III DPR RI saat uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan atau capim KPK pada 11-12 September 2019. Jawaban para capim atas revisi UU KPK otomatis menjadi pertimbangan DPR meloloskan kandidat.
Jawaban mereka akan dicatat sebagai komitmen atau semacam kontrak politik dengan DPR. Apapun jawaban para capim ditulis dalam surat pernyataan bermaterai. “Itu menjadi semacam "kontrak politik" dengan DPR kalau dia terpilih," kata Arsul di Kompleks DPR RI, Senayan pada Senin, 9 September 2019.
Meski demikian, ujar Arsul, mereka yang setuju dengan revisi UU KPK belum tentu juga lolos atau memiliki kans lebih besar untuk lolos. Yang dinilai DPR adalah konsistensi dan komitmen calon terhadap ucapannya. “Supaya fit and proper test ini jangan dianggap main-main dan yang penting nyenengin DPR aja."
Menurut Arsul, kontrak politik dibuat berdasarkan pengalaman Dewan dengan pimpinan-pimpinan KPK sebelumnya. Ia mengeluhkan sikap pimpinan KPK yang berbeda dengan apa yang disampaikan ketika uji kepatutan dan kelayakan, setelah terpilih. Karenanya, kata Arsul, kali ini DPR ingin memastikan pimpinan KPK terpilih konsisten bersikap sesuai yang disampaikan ketika diuji oleh Komisi Hukum. Dia pun berharap capim KPK tak segan menyampaikan pendapatnya secara lugas sesuai nurani, tanpa perlu berusaha menyenangkan anggota Komisi III.
Capim KPK, kata dia, boleh saja menulis setuju, tak setuju, atau belum menentukan. Anggota DPR tak akan memaksa para capim menyatakan pendapatnya mengenai revisi UU KPK saat ini juga. "Bisa saja ditulis 'saya akan memutuskan setuju atau tidak setelah melihat materi dari revisi'. Boleh saja."