TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU bersama beberapa tokoh lintas agama menyatakan sikap untuk kedamaian di Papua. Mereka mendesak agar aparat tidak bertindak gegabah yang dapat menimbulkan gejolak dan permasalahan baru.
“Kami meminta Pemerintah dan aparat penegak hukum untuk lebih berhati-hati dalam mengambil langkah dan tindakan,” kata Ketua PBNU, Said Aqil Siradj, di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Senin 9 September 2019.
Dalam pernyataan sikap itu, mereka juga mendorong agar pemerintah mengedepankan dialog dan pendekatan kemanusiaan dalam menciptakan perdamaian di Papua. Serta sejauh mungkin menghindari pendekatan militeristik yang justru cenderung membuat keadaan semakin buruk.
Pada pernyataan sikap ini mereka mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi di Surabaya, Malang dan beberapa daerah lain yang sudah berdampak pada gejolak di Tanah Papua, menodai upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat Papua.
“Ini harus menjadi pelajaran bersama bahwa segala bentuk aksi kekerasan dan perlakuan yang tidak manusiawi kepada siapa pun tidak dapat dibenarkan,” kata Said.
Selanjutnya mereka juga meminta pemerintah untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus. Antara lain pembentukan Komisi HAM, Pengadilan HAM, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang berkedudukan di Papua.
Karena kelembagaan ini dirasa penting untuk digunakan semua pihak dalam menyelesaikan berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua.
Para tokoh lintas agama lainnya yang hadir yakni, perwakilan dari Konferensi Wali Gereja (KWI), Romo Heri Wibowo, Franz Magnis Suseno, perwakilan Biro Papua PGI Ronald Rischardt, perwakilan Gusdurian Network Indonesia Alissa Wahid, serta perwakilan Amnesty Internastional Usman Hamid.