TEMPO.CO, Jakarta - Staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Herlambang P. Wiratraman mengkritik rencana DPR memasukkan dewan pengawas ke revisi UU KPK.
“Logika mengawasi tidak masuk akal, karena KPK itu watchdog institution. Bila ada pemikir hukum yang bilang perlu pengawas, itu sama halnya dengan watchdog dijaga watchdog,” kata Herlambang saat dihubungi, Senin, 9 September 2019.
Bahkan menurut akademisi yang juga peneliti Hak Asasi Manusia (HAM) ini, usulan adanya Badan Pengawas KPK tersebut tak sesuai dengan ketatanegaraan khususnya di Indonesia. “Ini perspektif neo-institutionalist yang tak ada dasar pijakan ketatanegaraannya,” kata peraih Anugrah Konstitusi Muhammad Yamin 2018 ini.
Di dalam rancangan revisi itu, salah satu tugas dewan pengawas adalah memberikan lampu hijau terkait penyadapan.
Seluruh fraksi di DPR menyetujui draft revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Draft tersebut juga sudah dikirim ke Presiden Joko Widodo dan menunggu respon presiden berupa surat presiden (surpres) dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
“Kami selaku akademisi tidak menginginkan korupsi membudaya di negeri ini karena akan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan benegara. Dari kampus Unair Surabaya, kami menolak segala bentuk pelemahan terhadap KPK sebagai garda depan dalam pemberantasan korupsi,” kata Herlambang sebagai juru bicara para akademisi Unair yang menyatakan sikap penolakan pelemahan KPK.
Mereka juga mengajak semua elemen bangsa untuk melawan upaya pelemahan KPK. “Kami mengajak semua elemen warga bangsa bergerak dan berjuang bersama-sama dalam melawan korupsi sesuai dengan kapasitas masing-masing,” ujarnya.