TEMPO.CO, Jakarta - Tim Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas menyatakan ada kekeliruan dalam proses legislasi revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Revisi UU KPK itu tidak termasuk dalam 55 rancangan undang-undang dalam prolegnas prioritas 2019. “Ada kekeliruan jika DPR tiba-tiba mendahulukan revisi UU KPK ketimbang mendahulukan membahas UU prolegnas prioritas,” kata peneliti Pusako, Heni Lavour Febrinandez dalam keterangan tertulis, Sabtu 7 September 2019.
Heni memaparkan pelanggaran yang dilakukan DPR karena Pasal 45 ayat (1) UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan bahwa pembahasan RUU harus berdasarkan program legislasi nasional (prolegnas). "RUU KPK tidak termasuk dalam prolegnas tahun 2019.” Sehingga telah terjadi pelanggaran formil dalam pembahasan perubahan kedua UU KPK.
Jika ngotot draf RUU tetap diproses di luar prolegnas, ada syarat yang harus dipenuhi oleh presiden dan DPR. Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 mensyaratkan dua hal, yakni: mengatasi keadaan luar biasa, konflik, atau bencana alam, dan; keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atau RUU yang dapat disetujui bersama oleh kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
"Pembahasan tentang revisi UU KPK oleh DPR tidak memenuhi unsur yang diatur dalam pasal itu." Pelanggaran syarat-syarat formil revisi UU KPK yang tidak taat undang-undang itu, membuat Heni curiga. Ia menyebut revisi UU KPK adalah operasi senyap pelemahan KPK.