INFO NASIONAL — Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, memberikan masukannya terkait kelemahan model pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
"SPPN yang diturunkan menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dalam faktanya disusun berdasarkan platform politik. Platform politik berorientasi lebih pada how to getting voter, bukan menjalankan mandat haluan pembangunan jangka panjang," kata Bupati Banyuwangi, dalam diskusi nasional bertajuk "Evaluasi 15 Tahun Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional" di acara Seminar Fraksi PDI MPR RI di Hotel Mercure, Tangerang Selatan, Banten, 5 September 2019.
Mantan Ketua Umum PP IPNU masa bakti 2000-2003 itu memaparkan lebih lanjut kelemahan SPPN, yaitu tidak adanya kewajiban bagi calon presiden dan calon kepala daerah dalam menyusun visi misinya untuk merujuk pada RPJPN/D dan tidak ada sanksi apabila visi misi tersebut tidak selaras dengan RPJPN/D.
Dalam pelaksanaan kebijakan memang ada potensi pemerintah daerah tidak selaras dengan pemerintah provinsi hanya karena kepala daerahnya berbeda partai. Begitu pula antara pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat. Oleh karena itulah diperlukan adanya haluan negara.
"Haluan negara ini diperlukan sebagai pedoman dan tuntutan arah pembangunan secara ideologis atau substantif. Perlu dipertimbangkan agar rencana menghidupkan kembali haluan negara melalui Amandemen Terbatas UUD NRi 1945 namun tidak mereduksi semangat reformasi. Dalam perspektif ketatanegaraan tidak mengubah posisi dominan terhadap MPR RI, karena sistem presidensial di negara kita hari ini sedang mengalami proses pendewasaan," ujar Anas.
Baca Juga:
Anas juga membagikan pengalamannya selama memimpin Banyuwangi selama dua periode. Berbagai capaian prestasi tersebut diraih karena dirinya sebagai kepala daerah mewajibkan aparatur di bawahnya untuk menyelaraskan visi misi daerah dengan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah pusat. Hasilnya, pendapatan per kapita rakyat Banyuwangi mengalami peningkatan. Pada 2010 sebesar Rp 20,86 juta dan pada 2018 sebesar Rp 48,75 juta atau mengalami kenaikan 134 persen. Demikian pula dengan produk domestik bruto mengalami kenaikan dari Rp 32,46 triliun pada 2010 menjadi Rp 78,48 triliun pada 2018. Artinya, ada kenaikan signifikan sebesar 141,78 persen.
Belum lagi kunjungan wisatawan domestik mengalami kenaikan dari 491 ribu orang pada 2010 menjadi 5,2 juta orang pada 2018. Begitu pula dengan kunjungan wisatawan mancanegara mengalami kenaikan 919 persen, dari hanya 12.505 orang pada 2010 menjadi 127.420 orang pada 2018. "Ini bisa terjadi karena selarasnya visi misi daerah dengan pusat. Sayangnya tidak semua daerah menerapkan hal tersebut," ucap Anas. (*)