TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Gerakan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda mendesak Presiden Joko Widodo dan Menteri Politik, Hukum, Keamanan Wiranto mengadakan referendum untuk Papua Barat. Sikap itu dianggap sebagai upaya meredakan konflik yang saat ini tengah berlangsung.
"Ratusan ribu orang Papua Barat bangkit untuk referendum kemerdekaan," ujar Benny dalam keterangan tertulis, Kamis, 5 September 2019.
Menurut Benny, konflik yang memanas di Papua bukan sekadar persoalan rasial, melainkan ketidakadilan. Ia menilai Indonesia telah secara ilegal menduduki Papua Barat. Sebab, berdasarkan Perjanjian New York 1962, orang-orang Papua Barat telah dijanjikan referendum kemerdekaan.
Perjanjian New York 1962 merupakan kesepakatan yang diinisiasi Amerika Serikat untuk pemindahan kekuasaan atas Papua Barat dari Belanda ke Indonesia. Perjanjian ini dilatari upaya Tanah Air merebut wilayah Papua Barat dari Belanda.
Dalam Perjanjian New York termaktub poin bahwa proses referendum akan dianggap sah bila telah melalui mekanisme one man one vote. Artinya, setiap warga Papua memiliki hak suara untuk menentukan nasibnya.
Benny menilai, sampai saat ini, warga Papua Barat tidak pernah memperolah hak yang dimaksud dalam perjanjian itu.
"Selama 57 tahun kami telah memperjuangkan hak kami untuk menentukan nasib sendiri, hak kami untuk menentukan nasib kami sendiri," ujar Benny.
Selain referendum, Benny mendesak aparat melepaskan Kepala Biro bidang Politik ULMWP Bazoka Logo, juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk Papua Barat Surya Anta, serta seluruh warga Papua yang ditangkap. Ia juga meminta pemerintah mencabut status tersangka Veronica Koman.