TEMPO.CO, Jakarta-Presiden Joko Widodo enggan mengomentari revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia berdalih belum mengetahui isi dari rancangan revisi UU tersebut.
"Itu inisiatif DPR. Saya belum tahu isinya," kata Jokowi di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis, 5 September 2019. Menurut Jokowi, tanpa revisi undang-undang, kinerja KPK saat ini sudah baik. "Yang jelas KPK saat ini bekerja dengan baik."
Revisi UU KPK kembali mencuat di pengujung masa jabatan DPR periode 2014-2019. Anggota Komisi Hukum DPR Masinton Pasaribu mengklaim pemerintah dan parlemen sudah sepakat melakukan revisi UU KPK sejak 2017. Rapat paripurna DPR pun memutuskan revisi UU KPK menjadi usul inisiatif DPR.
Ada enam poin krusial yang disepakati dalam revisi UU KPK. Pertama, kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan. Sedangkan pegawai KPK adalah aparatur sipil negara (ASN) yang tunduk pada peraturan perundang-undangan.
Kedua, penyadapan harus melalui izin Dewan Pengawas KPK. Ketiga, KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lain sesuai hukum acara pidana.
Keempat, setiap instansi, kementerian, lembaga wajib menyelenggarakan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara (LHKPN) sebelum dan setelah berakhir masa jabatan. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja KPK
Kelima, KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diawasi oleh Dewan Pengawas KPK yang berjumlah lima orang. Dewan Pengawas KPK dibantu oleh organ pelaksana pengawas.
Adapun yang terakhir, KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi apabila penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama satu tahun.
Penghentian penyidikan dan penuntutan harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas KPK dan diumumkan kepada publik. Penghentian penyidikan dan penuntutan oleh KPK dapat dicabut kembali apabila ditemukan bukti baru atau berdasarkan putusan praperadilan.
AHMAD FAIZ | BUDIARTI UTAMI PUTRI