TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga tersangka dalam dugaan perkara suap proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan tahun 2019.
Tiga orang itu adalah Bupati Muara Enim Ahmad Yani, Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Elfin Muhtar, dan pihak swasta bernama Robi Okta Fahlevi.
Robi adalah pemilik PT Enra Sari, perusahaan kontraktor yang mendapatkan kontrak proyek pembangunan jalan di Muara Enim untuk tahun anggaran 2019. Ahmad Yani dan Elfin Muhtar diduga sebagai penerima suap sedangkan Robi Okta Fahlevi diduga menjadi pemberi suap.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu ROF, AYN, dan EM," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Selasa malam, 3 September 2019.
KPK sebelumnya menangkap Elfin dan Robi melalui operasi tangkap tangan di Palembang, Sumatera Selatan pada Senin sore, 2 September 2019. Keduanya ditangkap di sebuah Restoran Mie Ayam setelah ditengarai terjadi penyerahan uang senilai US$ 35 ribu dari Robi kepada Elfin. Setelah membekuk Elfin dan Robi, KPK menangkap Ahmad Yani di kantornya.
Basaria menjelaskan, duit US$35 ribu itu diduga merupakan komitmen fee sebesar 10 persen dari Robi atas proyek yang didapatkannya. Proyek dengan 16 paket pekerjaan tersebut senilai Rp 130 miliar.
Komisi antikorupsi juga menduga Ahmad Yani sebelumnya telah mendapat duit dari proyek-proyek lain di lingkungan Kabupaten Muara Enim. Menurut Basaria, tim KPK mengidentifikasi Ahmad Yani sudah menerima fee setotal Rp 13,4 miliar dari berbagai proyek itu.
Bupati Muara Enim Ahmad Yani dan Elfin Muhtar disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Robi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.