TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menganggap tuntutan referendum yang disuarakan sejumlah masyarakat Papua dan Papua Barat tidak tepat. Alasannya Perjanjian New York pada 1962 dan Penentuan Pendapat Rakyat pada 1969 menyatakan Papua Barat bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Tuntutan referendum itu saya kira tak lagi harus disampaikan, karena apa? NKRI sudah final. NKRI harga mati termasuk Papua dan Papua Barat," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 29 Agustus 2019.
Menurut Wiranto, tuntutan referendum biasanya dilakukan oleh negara terjajah. Sementara Papua dan Papua Barat, kata dia, wilayah sah Indonesia. "Jadi saya kira referendum itu sudah tidak lagi perlu untuk dikemukakan lagi," ujarnya.
Tuntutan pemerintah Indonesia menggelar referendum kembali disuarakan masyarakat Papua dan Papua Barat imbas insiden diskriminasi rasial yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang pada pertengahan bulan ini. Protes-protes mengecam tindakan rasialis itu dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia termasuk di Papua.
Namun dalam aksinya, masyarakat Papua tidak hanya mengecam insiden rasialis itu. Mereka mendesak pemerintah Indonesia menggelar referendum dan ingin Papua Barat merdeka.
Dalam beberapa aksi, masyarakat Papua juga mengibarkan bendera Bintang Kejora.
Wiranto menjelaskan, aparat penegak hukum telah bertindak untuk mengusut pelaku rasisme terhadap mahasiswa Papua. Sebabnya, ia meminta masyarakat Papua menahan diri agar tidak dimanfaatkan oleh pihak lain.
"Sehingga sekarang kalau ada demo-demo lanjutan kami justru khawatir jangan sampai ditunggangi, jangan sampai dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain yang akan merugikan masyarakat," kata dia.