TEMPO.CO, Jakarta - Kinerja Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK atau Pansel Capim KPK hingga para peserta seleksi tengah menjadi sorotan publik.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat antikorupsi dan tokoh masyarakat menyoroti sejumlah Capim KPK yang dinilai mempunyai rekam jejak buruk namun lolos hingga tahap wawancara dan uji publik.
Proses seleksi Capim KPK pun menjadi pembahasan. Dugaan pansel tidak independen dan berupaya meloloskan calon tertentu langsun mencuat.
Yang terbaru, beberapa pengkritik diadukan ke polisi dengan tuduhan menyebarkan kabar bohong, yaitu Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, Ketua Umum YLBHI Asfinawati, serta juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah.
Berikut para tokoh yang bersuara miring soal seleksi Capim KPK:
1. Abraham Samad
Bekas Ketua KPK Abraham Samad menyebut proses seleksi wawancara dan uji publik Capim KPK standar dan kurang menggigit.
Dia meminta Pansel Capim KPK lebih detail, transparan, dan jujur dalam menggali rekam jejak para Capim KPK. "Seharusnya kan digali lebih dalam tentang sosok seseorang dari laporan-laporan yang masuk kepada pansel," ujarnya kepada Tempo pada Selasa malam, 27 Agustus 2019.
Abraham Samad berpendapat kalau ada laporan salah calon bermasalah secara etikdan moral Pansel harus tidak meloloskannya kendati tidak bermasalah secara hukum.
2. Bambang Widjojanto
Eks Wakil Ketua KPK ini menilai pansel tidak fair dalam proses seleksi.
"Yang saya dengar, ketika pertanyaan diajukan oleh panitia seleksi itu sudah ada favoritisme tertentu terhadap nama-nama tertentu, yang akan lolos atau tidak lolos," ujarnyadi Gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu, 28 Agustus 2019.
Bambang menuturkan, jika informasi tersebut benar, maka dugaan adanya desain untuk formasi pimpinan KPK semakin menguat.
3. Syafii Maarif
Cendekiawan Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii mengingatkan, Capim KPK haruslah orang yang bersih dan tak bermasalah baik secara hukum maupun etik.
"Orang yang bermasalah, yang ada titik-titik hitam, ya jangan dipilih lah, jangan dipilih. Orang baik masih ada di Republik ini walau jumlahnya enggak banyak," ucapnya dalam Dialog Kanal KPK di Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2019.
Menurut Buya Syafii, orang baik yang harus dipilih memimpin lembaga. Namun, hal ini ditengarai masih sulit terjadi lantaran kultur politik Indonesia yang belum tentu memilih orang baik karena ada kepentingan tertentu yang diutamakan.
DEWI NURITA | ROSSENO AJI