TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mengkritik langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir internet di Papua dan Papua Barat yang diklaim demi membatasi penyebaran hoaks.
Dia menyebut pemblokiran internet ini mirip pemberedelan yang terjadi di era Orde Baru lantaran membatasi hak masyarakat terhadap informasi.
"Kita kayanya defensif mau menutupi informasi seperti zaman dulu. Dulu kan diberedel. Ini kan beredel bentuk baru namanya," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2019.
Fadli menuturkan, pemerintah harus segera menormalkan kembali akses internet di Papua dan Papua Barat. Tokoh-tokoh adat, masyarakat, dan anak-anak muda harus didengarkan aspirasinya.
"Menurut saya (pemblokiran) harus diakhiri karena justru jadi perhatian dunia, something wrong," ujarnya.
Langkah pemerintah memblokir atau membatasi internet di Papua dan Papua Barat, kata Fadli, cuma menunda masalah tetapi tidak menyelesaikannya. Dia berpendapat penyelesaian konflik di Papua harus menyentuh akar masalah, tidak bisa dengan cara menggampangkan seperti memblokir akses internet.
"Harus kita hadapi, harus di-engage. Jangan kita seolah-olah menggampangkan, ada akar persoalan yang sangat penting," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.
Kominfo memutus sama sekali akses internet di Papua dan Papua Barat menyusul insiden pengepungan dan rasialisme di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Insiden itu memicu aksi protes di banyak tempat, termasuk di Papua dan Papua Barat.
Kominfo berdalih pemblokiran internet ini dilakukan untuk menghambat penyebaran hoaks yang dapat memicu kerusuhan lebih luas. Kebijakan ini dikecam banyak pihak, tetapi hingga kini Kominfo bergeming.