TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyoroti seleksi wawancara dan uji publik calon pimpinan KPK yang tengah berlangsung. Tes hari pertama telah digelar di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta pada Selasa, 27 Agustus 2019. Abraham mengingatkan agar panitia seleksi atau pansel capim KPK bersikap jujur dan transparan dalam proses perekrutan calon pimpinan lembaga antirasuah ini.
"Dalam proses uji publik ini, panselnya harus jujur, dong. Artinya, kalau mendapat informasi dan melihat profil-profil orangnya bermasalah secara etik, maka mereka seharusnya tidak meloloskan ke tahapan selanjutnya," ujar Abraham Samad kepada Tempo pada Selasa malam, 27 Agustus 2019.
Menurut Abraham, orang yang bermasalah secara etik, sama tidak layaknya dengan orang yang memiliki kasus hukum. "Orang yang tidak layak secara etik itu berarti tidak layak memimpin. Orang bisa saja tidak bersalah dari segi hukum, tapi kalau dari segi etik bermasalah, sama bahayanya," ujar Abraham.
Seleksi wawancara dan uji publik Capim KPK dilaksanakan selama tiga hari, yakni dari tanggal 27-29 Agustus 2019. Seleksi ini diikuti oleh 20 orang capim KPK yang sebelumnya telah lolos profile assessment dan tes kesehatan. Nantinya dari 20 orang tersebut, akan terpilih 10 orang yang diserahkan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Berdasarkan catatan Indonesia Coruption Watch (ICW), dari 20 calon yang lolos itu, masih ada nama-nama yang diduga bermasalah. Misalnya, ada calon yang diduga melanggar kode etik saat bertugas di lembaga sebelumnya dan figur yang diduga mengintimidasi pegawai KPK. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana berharap proses seleksi wawancara dan uji publik capim KPK diperketat.
“Harusnya Pansel bisa menangkap hal-hal serupa pelanggaran etik itu dan langsung mempertanyakan kepada yang bersangkutan,” ujar Kurnia di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Ahad, 25 Agustus 2019.