TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan Capim KPK Inspektur Jenderal Firli Bahuri diduga melakukan pertemuan lebih dari sekali dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Zainul Majdi atau TGB Zainul Majdi. Pertemuan tersebut berlangsung saat Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan itu menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK sementara TGB diduga terlibat dalam kasus korupsi dana divestasi Newmont Nusa Tenggara.
"Fokus tim bukan hanya pada satu pertemuan saja, tetapi sekitar tiga atau empat pertemuan," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2019.
Febri mengatakan empat kali pertemuan tersebut diduga bukan cuma dilakukan dengan TGB. Namun, ada sejumlah pertemuan dengan pihak lain yang perkaranya tengah diusut KPK. Kendati demikian, Febri tak menjelaskan secara spesifik, berapa kali Firli diduga bertemu dengan TGB dan bertemu dengan pihak lain tersebut.
"Ada pertemuan dengan orang yang sama (TGB) dan ada pertemuan dengan pihak lain, saya belum dapat informasi yang lebih detail mengenai itu," kata Febri.
Koalisi Kawal Capim KPK menyorot dugaan pertemuan ini ketika Firli menjadi salah satu calon yang lolos hingga tahap 20 besar. Firli dianggap telah melanggar kode etik karena melanggar Pasal 65 dan 66 Undang-Undang KPK.
Pasal itu melarang pegawai mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK. Ada sanksi pidana maksimal 5 tahun penjara bila aturan itu dilanggar.
Salah satu pertemuan yang telah terungkap di media sosial adalah pertemuan Firli-TGB saat bermain tenis pada 13 Mei 2018. Hal ini juga ditanyakan langsung kepada Firli pada tahap uji publik calon pimpinan KPK di Sekretariat Negara, Jakarta hari ini.
Firli mengakui melakukan pertemuan itu. Namun, dia menganggap pertemuan itu tidak melanggar kode etik. Dia mengatakan pertemuan itu dilakukan tanpa sengaja dan tidak ada pembahasan mengenai kasus.
Mantan Ajudan Wakil Presiden Boediono itu mengklaim pertemuan itu juga sudah diketaahui pimpinan KPK dan bahkan dinyatakan tak melanggar kode etik.
"Hasil dari pertemuan (dengan pimpinan) itu, tidak ada fakta yang mengatakan saya melanggar,” kata dia.
Febri membantah klaim Firli. Menurut dia, penelusuran pihaknya terpaksa dihentikan di tengah jalan karena Firli ditarik kembali oleh Polisi.
"Pimpinan KPK tidak pernah menyatakan apalagi memutuskan bahwa tidak ada pelanggaran etik oleh mantan pegawai KPK yang sekarang sedang menjalani proses pencalonan sebagai pimpinan KPK," kata dia.
Febri mengatakan Firli pernah diperiksa oleh Direktorat Pengawasan Internal pada Desember 2018 karena dugaan pertemuan-pertemuan dengan pihak yang tengah berperkara. Tim, kata dia, juga memeriksa 27 orang saksi dan 2 saksi ahli.
"Tim juga menganalisis bukti-bukti elektronik yang didapatkan," kata dia.
Febri mengatakan hasil pemeriksaan itu diserahkan kepada pimpinan pada 23 Januari 2019. Pimpinan kemudian menugaskan Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) untuk membahas hasil pemeriksaan itu lebih lanjut.
Namun, menurut Febri, proses pemeriksaan itu tidak bisa selesai karena Firli ditarik ke kepolisian.
"Untuk menjaga hubungan antar institusi penegak hukum, maka pimpinan KPK melakukan komunikasi dengan Polri terkait dengan proses penarikan dan tidak diperpanjangnya masa tugasnya di KPK," kata Febri.
Pengembalian Firli Bahuri ke kepolisian terjadi pada 20 Juni 2019. Lima hari kemudian, dia dilantik menjadi Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan. Kini, Firli masuk ke dalam 20 capim KPK yang lolos hingga tahap uji publik dan wawancara.