TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyayangkan alokasinya anggaran lembaganya dikurangi menjadi Rp 54 miliar pada APBN 2020.
Menurut dia, kebijakan politik anggaran itu mengancam kinerja LPSK dan menghambat pembayaran uang kompensasi terhadap para korban terorisme.
Hasto menerangkan sesuai dengan mandat Undang-Undang Pemberantasan Terorisme Nomor 5 Tahun 2018 pembayaran kompensasi dibatasi pelaksanaannya tiga tahun sejak undang-undang itu disahkan.
"Kompensasi memang dari dana LPSK," kata Hasto di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, hari ini, Ahad, 25 Agustus 2019.
Anggaran LPSK untuk 2020 menurun dari 2019 sebesar Rp 65 miliar. Bahkan sejak LPSK berdiri pada 2008 alokasi anggaran 2020 menjadi yang terkecil.
Berdasarkan catatan BNPT, Hasto menjelaskan, ada 833 korban terorisme masa lalu yang berhak mendapatkan kompensasi. LPSK menghitung dana kompensasi yang harus dikeluarkan Rp 51 miliar.
Angka kompensasi tadi nyaris mendekati total alokasi anggaran untuk LPSK di APBN 2020, yakni Rp 54 miliar. "Ya, pasti habis (kalau dibayarkan semua). Bisa tidak gajian kita."
Total alokasi anggaran LPSK pada 2020, Hasto mengatakan, Kementerian Keuangan telah mengunci Rp 42 miliar di antaranya untuk pembayaran gaji pegawai dan operasional kantor LPSK.
Menurut dia, konsekuensi yang muncul dana untuk program LPSK hanya Rp 12 miliar. Ini belum termasuk pembayaran kompensasi korban terorisme masa lalu. Hasto mencontohkan, untuk kasus terorisme di Sibolga pada Maret lalu dana kompensasi untuk 156 korban sebesar Rp 4,4 miliar.
EGI ADYATAMA