TEMPO.CO, Jakarta-Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang menilai seleksi calon pimpinan komisi antikorupsi periode 2015-2019 atau capim KPK lebih ketat daripada sekarang. Selain itu, pansel itu juga lebih detail soal masukan masyarakat. "Waktu periode kemarin itu panselnya lebih detail," kata dia di Gedung Pusat Antikorupsi, Jakarta, Sabtu, 24 Agustus 2019.
Saut adalah pimpinan KPK yang lolos dalam seleksi pimpinan periode 2015-2019, bersama Agus Rahardjo, Laode M. Syarif, Basaria Panjaitan dan Alexander Marwata. Diketuai pakar hukum pidana Yenti Garnasih, Panitia Seleksi KPK kala itu dikenal dengan nama 9 Srikandi karena semuanya perempuan. Yenti kini kembali menjadi ketua pansel capim periode 2019-2023.
Menurut Saut, pansel periode lalu tak mau ambil risiko. Mereka, kata dia, tak segan mencoret capim yang diduga bermasalah walaupun hanya indikasi. "Ada surat gini aja, langsung coret. Mereka enggak mau ambil risiko," kata dia. Saut berujar bukannya mau membandingkan Pansel KPK dulu dan sekarang. "Gaya tiap pansel berbeda," kata dia.
Sebelumnya, keputusan pansel meloloskan 20 capim di tahap profile assessment mendapatkan kritikan. Direktur LBH Jakarta Arief Maulana menilai masih ada figur dengan rekam jejak bermasalah yang diloloskan pansel. Isu permasalahan itu sesuai dengan data rekam jejak yang diberikan KPK kepada Pansel.
Menurut data KPK, di antara 20 nama itu ada calon yang diduga pernah menerima gratifikasi, melakukan pelanggaran etik, hingga merintangi upaya KPK memberantas korupsi. "Mereka tidak menghiraukan masukan publik dan mengabaikan standar integritas yang diamanatkan UU," kata Arief.
Anggota pansel Hendardi mengatakan menerima data dan informasi dari lembaga negara serta masyarakat. Pansel, kata dia, menggunakan data itu menyeleksi capim. Menurutnya bila data yang diberikan hanya berupa indikasi, maka pansel akan mendalami informasi itu pada tahap selanjutnya. "Jika temuan merupakan kebenaran atau berkekuatan hukum tentu tidak kami toleransi," kata dia.