TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua menggelar unjuk rasa di seberang Istana Merdeka, Jakarta, untuk mengecam diskriminasi rasial yang diterima oleh mahasiswa Papua. Sebagai bentuk protes, beberapa dari mereka membawa kertas bergambar wajah monyet.
"Kami bukan monyet. Kami punya harga diri. Kami ini manusia yang bermartabat," kata Ambros salah satu koordinator aksi di atas mobil komando, Kamis, 22 Agustus 2019.
Sementara itu, Albert Mungguar, koordinator aksi lainnya, mengatakan pihaknya mengecam tindakan rasis yang dilakukan kepada mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya beberapa waktu lalu. Pengepungan asrama mahasiswa disertai teriakan monyet dan desakan mengusir mahasiswa, kata dia, menambah sakit hati masyarakat Papua yang selama ini menganggap dijajah oleh Indonesia.
Dalam unjuk rasa ini, Albert dan koleganya juga menyuarakan kemerdekaan Papua Barat. Ia menolak ajakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk saling memaafkan. "Kami hanya mau merdeka. Kami mau referendum," ujarnya.
Tidak hanya aliansi mahasiswa Papua, peserta Aksi Kamisan yang rutin berunjuk rasa di lokasi yang sama setiap Kamis juga membawa topeng wajah monyet untuk mendukung penghentian diskriminasi dan rasisme. Salah satu tokoh utama Aksi Kamisan, Maria Catarina Sumarsih, pun tampak mengenakan topeng wajah monyet sambil memegang payung hitam seperti biasanya.
Sementara itu, aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Niccolo Attar, mendukung agar pemerintah Indonesia menggelar referendum di Papua Barat.
"Referendum satu-satunya jalan yang demokratis dan tidak menggunakan kekerasan. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa yang kita akui dalam UUD 1945," ucapnya.