INFO NASIONAL — Di hadapan para siswa, guru dan alumni SMAN 15 Jakarta, Ketua Badan Anggaran MPR RI, Idris Laena, menyampaikan kekagumannya terhadap kekayaan Indonesia. Disebutkan, Indonesia adalah negara yang besar, terdiri dari 17 ribu pulau, 1.370 suku, serta 800 bahasa. Kekayaan Indonesia itu, menurut Idris Laena, bukan hanya membanggakan, tetapi juga berpotensi menyebabkan perpecahan.
Uni Soviet, kata Idris, merupakan negara adidaya yang kini telah hilang dari peta dunia. Negara itu terpecah belasan negara kecil yang memerdekakan dirinya sendiri. Demikian pula Yugoslavia, negara yang dulu makmur dengan angkatan perangnya yang sangat kuat, kini menjadi negara-negara sendiri sesuai kelompok-kelompok yang hidup di sana. Sedangkan Libanon, negeri nan indah, saat ini dilanda kecamuk perang saudara yang tak berkesudahan. Di Libanon, pertempuran bisa terjadi kapan saja meski sebelumnya dalam kondisi damai.
“Kita harus syukuri hidup di Indonesia. Kita memang belum terlalu maju, tetapi kita hidup dengan aman dan damai. Kita bisa melakukan aktivitas tanpa harus merasa takut dan mencekam,” kata Idris Leina saat memberikan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di hadapan keluarga besar SMAN 15 Jakarta Utara di halaman SMAN Libel pada Senin, 19 Agustus 2019. Acara tersebut merupakan kerja sama antara MPR dan Bina Prestasi Nusantara. Ikut hadir pada acara tersebut Kepala Sekolah SMAN 15 Nurita Siregar dan para alumni SMAN 15.
Suasana seperti itu menurut Idris harus dipertahankan. Caranya, semua kelompok dan suku-suku yang ada di Indonesia harus saling menghormati satu dengan yang lainnya. Tidak boleh ada satu kelompok pun yang merasa menang sendiri. Semua harus mau berkorban demi kepentingan bersama.
Salah satu contoh sikap toleransi dan pengorbanan yang patut ditiru oleh generasi muda, menurut Idris, adalah saat umat Islam Indonesia rela menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta, sehingga menjadikan Pancasila seperti yang dikenal sekarang. Saat itu, para ulama lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia dibanding ego keagamaan. Dan, dengan sukarela serta keikhlasan yang tinggi mereka memilih Negara Kesatuan Republik Indonesia dibanding negara Islam.
“Sikap-sikap seperti ini harus senantiasa dikedepankan. Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompok dan golongan. Inilah yang akan membuat NKRI terus bersatu. Tetapi, jika masing-masing kelompok mengutamakan kepentingan golongannya sendiri, sangat mungkin NKRI ini akan terpecah belah,” kata Idris Leina lagi.
Negara yang kuat, menurut Idris, bukan ditentukan oleh militernya. Sejarah membuktikan, Uni Soviet yang ditakuti Amerika kini lenyap dari peta dunia. “Tetapi, kuat lemahnya suatu negara ditentukan oleh rasa nasionalisme seluruh warganya. Jika nasionalisme masyarakat tinggi, apapun hambatan yang dihadapi, mereka akan bersatu padu menghadapi hambatan yang menghadang. Tanpa harus menunggu militernya turun tangan,” katanya. (*)