TEMPO.CO, Surabaya - Penyidik Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya memulangkan 43 mahasiswa Papua pada Sabtu tengah malam tadi, 17 Agustus 2019.
Sebelumnya mereka ditangkap dari Asrama Mahasiswa, Jalan Kalasan pada Sabtu sore lalu dengan tuduhan merusak dan membuang Bendera Merah Putih.
Setelah diperiksa atau proses verbal semua mahasiswa anggota Aliansi Mahasiswa Papua tersebut dikembalikan ke asrama. "Sudah kami pulangkan tadi malam sekitar pukul 23.30 WIB," kata Kasat Reskrim Ajun Komisaris Besar Sudamiran.
Kuasa hukum mahasiwa Papua, Fatkhul Khoir, menuturkan bahwa kliennya dituduh melanggar Pasal 66 juncto Pasal 24 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Lambang Negara. Dari 43 mahasiswa, satu di antaranya tidak menjalani berita acara pemeriksaan (BAP) karena mengalami gangguan jiwa.
Menurut Khoir, penangkapan itu berdasarkan laporan suatu ormas tentang pengrusakan Bendera Merah Putih pada Jumat lalu, 16 Agustus 2019. Pelapor menuding mahasiswa merusak tiang bendera dan membuang benderanya ke selokan.
"Namun saat saya tanya, rata-rata mereka tidak tahu pengrusakan bendera mana yang dimaksudkan pelapor."
Khoir menuturkan bahwa sebenarnya para mahasiswa Papua itu siap untuk kooperatif memenuhi panggilan polisi. Namun, mereka khawatir akan terjadi apa-apa jika keluar asrama karena pada Jumat sore lalu massa telah mengepung.
Para pengepung melempari asrama dengan batu sembari meneriakkan kata-kata berbau rasisme. "Polisi sendiri tak memberi jaminan keamanan," ucap Khoir, yang juga Ketua KontraS Surabaya.
Ia menyesalkan tindakan polisi yang menerobos asrama mahasiswa Papua sambil menembakkan gas air mata. Padahal, mahasiswa terkurung dalam asrama karena takut keluar. "Saya rasa polisi berlebihan."
KUKUH S. WIBOWO