TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) menyayangkan penangkapan 43 mahasiswa Papua di Surabaya. penangkapan tersebut dinilai bisa memicu gesekan antar etnis yang lebih besar.
“Status mahasiswa sebagai simbol kehormatan komunitas intelektual dari Tanah Papua telah direndahkan,” kata Ketua Umum DPP GAMKI Willem Wandik dalam keterangan tertulis hari ini, Ahad, 18 Agustus 2019.
Para mahasiswa Papua, menurut Willem, datang ke Surabaya dengan restu dan dukungan masyarakat di daerah asal. Bahkan gereja dan jemaat serta masyarakat adat berperan dalam studi, baik finansial maupun dukungan adat.
Willem menerangkan sebagian besar komunitas pendatang di Tanah Papua bekerja di sektor pemerintahan dan swasta. Mereka datang dari Pulau Jawa.
Penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya bisa jadi memicu gesekan sosial yang lebih besar di Papua karena sentimen suku.
Pada peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-74 pada Sabtu lalu, 17 Agustus 2019, terjadi penggerebekan di Asrama Mahasiswa Papua, Jalan Kalasan Nomor 10, Pacar Keling, Kota Surabaya, oleh TNI dibantu personel Satpol PP dan ormas. Sebanyak 43 mahasiswa digelandang ke Kantor Polres Surabaya.
Diduga penggerebekan itu akibat kesalahpahaman setelah Bendera Merah Putih milik Pemerintah Kota Surabaya terjatuh di depan asrama.
GAMKI mengimbau komunitas mahasiswa Papua di Surabaya yang ditangkap untuk tetap tenang sampai delegasi pemerintah daerah, tokoh parlemen, tokoh gereja, dan tokoh adat tiba.
FIKRI ARIGI