TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah mengatakan sudah membaca kajian pemerintah terkait rencana Presiden Joko Widodo memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan. Ia menganggap rencana tersebut dangkal.
"Itu risetnya Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) dangkal betul," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2019.
Ada beberapa poin yang dikritik Fahri terkait rencana pemindahan ibu kota. Menurut dia, Jakarta secara historis memang dibentuk dan didesain sebagai ibu kota. Fahri pun menilai tidak mudah untuk meninggalkan Jakarta dan segala aspek kesejarahan yang ada.
Secara spesifik, Fahri juga menyampaikan bahwa susah untuk meninggalkan gedung parlemen dan Istana Negara yang ada di Jakarta. "Jadi kita pindah ke tempat yang baru, Indonesia tanpa jejak itu berbahaya," kata Fahri.
Fahri juga mengkritik tim yang ditugasi untuk mengkaji pemindahan ibu kota. Menurut dia, tim tersebut tak memberikan masukan yang baik kepada Jokowi.
Bukan cuma itu, legislator asal Nusa Tenggara Barat ini menyinggung besarnya anggaran yang diperlukan untuk membangun ibu kota baru. Padahal, selama lima tahun ini Kementerian Keuangan memutuskan moratorium pembangunan gedung-gedung baru untuk kementerian dan lembaga.
"Makanya saya terus terang ini Pak Jokowi harus dikasih feeding yang baik. Menteri-menterinya ini enggak kuat ngomongnya," ujarnya. "Pak Jokowi ini jangan dikasih input yang tidak matang."
Sebelumnya dalam pidato kenegaraan, Jokowi mengumumkan serta meminta izin untuk memindahkan ibu kota ke Pulau Kalimantan. Namun Jokowi tak merinci lokasi tepat ke mana ibu kota negara baru bakal berlokasi. "Saudara-saudara, pada kesempatan yang bersejarah ini, saya mohon izin untuk memindahkan ibu kota negara kita ke Pulau Kalimantan," ujar Jokowi.