TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung langkah TNI-Polri memburu pelaku pembunuhan Brigadir Polisi Satu atau Briptu Hedar. Hedar tewas dengan luka tembak di kepala setelah disandera kelompok bersenjata di Kabupaten Puncak, Papua.
"TNI-Polri selalu menjalankan tugasnya dengan baik. Tapi apabila diserang, tentu tidak bisa pasrah, harus kembali untuk membalas siapa penyerangnya," kata JK saat memberi pembekalan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal), Jakarta Selatan, Rabu, 14 Agustus 2019.
JK menilai berbagai langkah yang dibutuhkan TNI-Polri untuk memburu pelaku itu bukan merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). TNI-Polri memang tercatat kerap dilaporkan melanggar HAM oleh sejumlah lembaga HAM luar negeri, saat bertugas di Papua.
"Bukan hanya karena satu korban di Papua, lalu TNI dianggap melanggar HAM. Kita tergantung prosedural apa yang kita buat, seprti itu. Tergantung hukum yang kita tegakkan," kata JK.
JK membela langkah TNI-Polri itu, dengan menyebut pelanggaran HAM tak pernah dilakukan lebih dulu oleh TNI-Polri. "Itu bukan pelanggaran HAM. Karena yang melanggar HAM siapa yang duluan," kata JK.
Jika mematok pelanggaran HAM hanya dari tindakan TNI-Polri di Papua, maka menurut JK, negara-negara besar dunia mencontohkan pelanggaran HAM yang jauh lebih berat.
"Kalau soal melanggar HAM, barangkali negara yang paling langgar HAM di dunia adalah Amerika. Karena dia merasa, merupakan pelanggar ham mengebom negara kiri kanan tanpa dasar. Ngebom Vietnam, ngebom Syria, ngebom Irak, ngebom Libya. Itu pelanggaran HAM terbesar di dunia yang terjadi," kata JK.
Meski begitu, JK pun meminta agar tiap tindakan yang dilakukan oleh TNI-Polri dalam bertugas, tetap sesuai dengan prosedur yang ada. Ia menyebut TNI-Polri harus tetap profesional dalam menjalankan tugasnya.