TEMPO.CO, Jakarta - Eks Anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso bakal menjalani sidang pembacaan dakwaan dalam perkara dugaan suap kerja sama pengangkutan pupuk antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia. Sidang akan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, hari ini, Rabu, 14 Agustus 2019.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membacakan dakwaan dugaan suap dan gratifikasi untuk mantan politikus Golkar itu. "Sesuai agenda dari pihak pengadilan, direncanakan persidangan perdana akan dilakukan Rabu, 14 Agustus 2018," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa, 13 Agustus 2019.
KPK menyangka Bowo menerima suap dari General Manager Komersial PT Humpuss Asty Winasti untuk membantu perusahaan kapal itu memperoleh kembali kerja sama pengangkutan amonia dengan PT Pilog. Menurut dakwaan Asty, Bowo disebut menerima total duit US$158.733 dan Rp 311 juta dalam perkara ini. Suap dengan jumlah sekitar Rp 2,5 miliar itu diberikan agar Bowo membantu PT Humpuss mendapatkan kontrak kerja sama pengangkutan amoniak milik PT Pilog.
KPK menyebut atas jasanya kepada PT Humpuss Bowo meminta fee sebanyak US$2 untuk tiap metrik ton amoniak yang diangkut kapal MT Griya Borneo. Namun, nominal yang disepakati akhirnya turun menjadi US$1,5 per metrik ton. Asty kemudian memberikan duit kepada Bowo melalui pegawainya Indung secara bertahap, yakni Rp 221,5 juta pada Oktober 2018, US$ 59.587 pada November 2018, US$21.327, US$7.819, Rp 89,4 juta pada 27 Maret 2019.
Pada penyerahan yang terakhir itu, penyidik mencokok Asty dan orang kepercayaan Bowo, Indung dari Kantor PT Humpuss, di Gedung Granadi, Kuningan, Jakarta Selatan. Tim kemudian mencokok Bowo Sidik di kediamannya pada malam harinya.
Dalam proses penyidikan kasus itu, tim KPK juga menemukan duit Rp6,5 miliar dari perusahaan Bowo yang berlokasi di Pejaten, Jakarta Selatan. Uang itu terbungkus dalam ratusan ribu amplop yang akan digunakan untuk membeli suara atau serangan fajar pada Pemilihan Legislatif 2019.
KPK menduga sebagian uang tersebut bersumber dari gratifikasi yang diterima Bowo Sidik terkait Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang gula kristal rafinasi. Selain itu, sebagian uang lagi diduga dia terima dari seorang Direktur Badan Usaha Milik Negara, dan pengurusan Dana Alokasi Khusus untuk Kabupaten Meranti.