TEMPO.CO , Yogyakarta - Polresta Yogyakarta melimpahkan berkas kasus peredaran ganja yang melibatkan 5 pemuda ke Kejaksaan Negeri setempat. “Pelimpahan berkas dilakukan pada 13 Juli lalu, berikut lima tersangkanya,” kata Kepala Unit I Satuan Reserse Narkoba Polresta Yogyakarta, Ajun Komisaris Dwi Astuti ketika ditemui pada Selasa, 13 Agustus 2019.
Menurut Dwi, tersangka yang diserahkan telah berada di sel tahanan Kejaksaan Negeri Yogyakarta. Mereka adalah HO, 28 tahun, FN (26), NR (27), AM (20), dan WL, 20 tahun. Total ganja yang menjadi barang bukti sebanyak 410,99 gram. Kelimanya, kata Dwi, disangka melanggar Pasal 111 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Dwi menjelaskan, para tersangka diringkus pada Jumat, 3 Mei 2019 di Desa Klodangan, Sendangtirto, Kabupaten Sleman. Adapun kronologi penangkapan, polisi lebih dulu meringkus HO di rumah kontrakan. Dari rumah ini petugas mendapati 5 bungkus ganja seberat 100,1 gram dan satu toples ganja 13,71 gram ditemukan di atas meja. “Itulah sebagian barang bukti kasus perdagangan narkotika online. HO berperan sebagai pengedar utama,” kata Dwi Astuti.
Cara transaksinya, Dwi melanjutkan, mereka bertemu langsung dan memanfaatkan sosial media dengan menggunakan kode atau sandi khusus. “Kelima pemuda yang kami amankan adalah jaringan pengedar narkoba online terbesar di Kota Yogyakarta. Pangsa pasarnya terutama kalangan mahasiswa,” kata Dwi.
Akhir-akhir ini kepolisian makin gencar mengungkap kasus peredaran narkoba di Yogyakarta. Seperti pada Selasa, 5 Maret 2019. Sebanyak 1.083 batang tanaman ganja dimusnahkan. Pohon ganja ini didatangkan dari Purwakarta, Jawa Barat. “Seribu batang itu bisa menghasilkan lebih dari 500 kilogram lebih ganja siap diedarkan,” kata Dwi.
Secara terpisah, Ajun Komisaris Besar Sudaryaka dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Yogyakarta mengatakan, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk pasar narkotika yang menggiurkan. Berdasarkan data, jumlah warga yang terpapar narkoba di Yogyakarta pada 2014 tercatat sudah sekitar 60 ribu orang. Saat ini diperkirakan jumlahnya terus bertambah. “DIY berada di peringkat 8 nasional di bawah DKI Jakarta dan Jawa Barat,” kata Sudaryaka.
Sedangkan usia pemakai narkoba di Yogyakarta antara 10 - 59 tahun dan dominasi kalangan pelajar dan mahasiswa. Yogyakarta bahkan menduduki tempat tertinggi dalam persentase dari jumlah penduduk. Menurut Sudaryaka, Yogyakarta menjadi incaran pedagang narkotika lantaran potensi penggunanya.
Kondisi itu dibenarkan Ketua Gerakan Nasional Anti Narkotika Yogyakarta, Feryan Harto Nugroho. Menurut dia, Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota wisata menjadi salah satu faktor. “Langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi ini yaitu pemberantasan dan pencegahan secara bersama-sama,” kata Feryan.
Menurut Feryan, tanggung jawab terhadap masalah tersebut tidak hanya ada di pemerintah daerah, kepolisian, dan BNN, tetapi juga masyarakat. “Kampus dan sekolah harus aktif mengecek para siswanya, misalnya di kantin. Kami menemui ada yang memakai obat-obatan saat mereka di kantin dan di luar pagar sekolah,” kata Feryan.
Universitas Gadjah Mada yang memiliki Gerakan Jauhi Bahaya Napza dan Rokok telah gencar berkampanye antinarkotika. “Kami sadar, persoalan semacam ini tidak bisa ditangani oleh satu lembaga saja, perlu peran dari berbagai pihak,” kata Rahmayani, ketua gerakan itu.
Menurut Rahmayani, organisasi ini telah berkampanye antinarkotika ke fakultas-fakultas. “Gerakan ini fungsinya pencegahan. Kami tidak berwenang melakukan pemberantasan. Kami lebih fokus upaya-upaya preventif, bagaimana mengajak masyarakat, khususnya mahasiswa, tidak terjerumus dalam penggunaan obat-obatan terlarang seperti ganja”.
NABILA HANUM