TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal mengatakan polisi tak menutup kemungkinan akan menerapkan sanksi pidana terhadap dua anggota Polri salah tembak di Lampung.
"Saat ini sedang diproses di Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Kepolisian Daerah Lampung. Begitu selesai, pelanggaran pidananya juga diproses, bila terbukti melanggar hukum," ujar Iqbal di Masjid Al-Ikhlas Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Ahad, 11 Juli 2019.
Sebelumnya, seorang masyarakat di Lampung, Rahmad Heriyanto luka tembak di perut akibat peluru nyasar ketika tak jauh dari proses serah terima senjata antara Bripka Duansyah dan Brigpol Pastiko Jayadi.
Iqbal mengatakan, berdasarkan informasi yang ia dapat dari Kepolisian Daerah Lampung, peristiwa itu terjadi pada pukul 10.00 WIB. Saat itu, Bripka Duansyah dan Brigpol Pastiko Jayadi sedang berjanjian di lokasi untuk menyerahkan senjata.
Saat proses penyerahan itu, kedua anggota lebih dulu memastikan bahwa senjata dalam keadaan terkunci ataupun tidak ada peluru saat diserahkan. Namun, pada saat dikokang, senjata tersebut malah mengeluarkan peluru dan mengenai Rahmad.
Dari peristiwa tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain satu senjata api jenis revolver, satu selongsong peluru, serta satu mobil Agya warna merah.
Iqbal kembali menegaskan bahwa Polri selalu melakukan seleksi secara ketat perihal kepemilikan senjata api oleh anggota. "Setiap enam bulan sekali ada pemeriksaan psikologi untuk mereka yang memegang senjata api. Selain itu, ada monitoring sosiometri oleh lingkungannya," ucap dia.
Sebab, tak menutup kemungkinan lingkungan bisa mempengaruhi perubahan kondisi psikologi anggota. Namun, Iqbal juga mengakui bahwa Polri tak mungkin mengawasi secara melekat satu persatu ribuan anggotanya yang diizinkan memegang senjata.
"Pasti selalu ada satu dua, itu namanya oknum. Dan masalah ini sangat tergantung dengan running psikologi mereka. Enggak bisa kami monitor satu persatu," kata Iqbal.