TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI asal PDIP, Ahmad Basarah menyebut, partai bisa saja mengajukan calon Ketua MPR jika koalisi tak setuju dengan usulan amandemen terbatas UUD 1945 yang getol disuarakan mereka.
"Istilahnya bukan mengambil alih. Kalau kemudian nanti calon-calon ketua MPR yang sudah menyatakan kesediaannya tidak setuju, ya berarti tidak sesuai dengan agenda PDIP. Maka dengan sangat terpaksa, PDIP bisa saja mengusulkan kadernya sebagai calon ketua MPR," kata Basarah kepada Tempo, Jumat, 9 Agustus 2019.
Basarah menekankan, PDIP konsentrasi pada agenda dan bukan jabatan atau perebutan kekuasaan. "Kalau ini (amandemen) diterima, PDIP akan ikut siapa yang nanti oleh presiden dan rapat koordinasi partai koalisi disepakati untuk jadi ketua MPR," ujar dia.
Saat ini draf kajian amandemen terbatas UUD 1945 telah selesai dibahas di fraksi-fraksi MPR RI. Namun, pembahasan amandemen tersebut tidak bisa selesai dalam periode parlemen kali ini dan akan diserahkan kepada pengurus MPR mendatang.
Kajian MPR merekomendasikan perubahan terbatas UUD 1945 khusus pasal 2 dan 3 yang mengatur tentang eksistensi, kedudukan hukum dan wewenang MPR. Belakangan, sejumlah partai yang lolos parlemen mempertanyakan urgensi dilakukannya amandemen terbatas tersebut, termasuk partai dari Koalisi Indonesia Kerja.
Golkar misalnya, menilai, ada beberapa hal yang mesti dijawab terlebih dulu sebelum MPR menyepakati agenda tersebut. Salah satunya, urgensi GBHN dihidupkan kembali, sementara sistem pemilu sudah berubah dan presiden bukan lagi menjadi mandataris MPR.
Basarah mengaku heran dengan partai-partai yang belakangan tidak setuju dengan amandemen terbatas UUD 1945. Sebab, kata dia, usulan tersebut telah disetujui semua fraksi sebelumnya. Dan pada 16 Agustus 2018, fraksi-fraksi sudah sepakat dibentuknya panitia ad hoc membahas keputusan MPR tentang GBHN. "Dulu sudah setuju semua. Kenapa sekarang di pertanyakan lagi?," ujar Basarah.