TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Kawal Capim KPK mengkritik pernyataan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Inspektur Jenderal Dharma Pongrekun soal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Menurut koalisi, pernyataan Dharma sama saja menentang perintah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
“Pernyataan dia itu menunjukkan dia menentang ketentutan UU, penyelenggara negara wajib melaporkan harta kekayaannya,” kata Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Andalas, Feri Amsari dihubungi, Sabtu, 10 Agustus 2019.
UU penyelenggara negara yang bersih dari KKN mewajibkan setiap penyelenggara negara melaporkan dan mengumumkan harta kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat. Kewajiban mengenai pelaporan LHKPN bagi penyelenggara negara juga diuraikan oleh Peraturan KPK Nomor Nomor 7 Tahun 2016. Dalam beleid itu, penyelenggara negara wajib membuat LHKPN secara periodik selama setahun sekali selama menjabat.
Berdasarkan aturan ini, koalisi kawal capim KPK meminta supaya Panitia Seleksi Capim KPK periode 2019-2023 benar-benar memperhatikan riwayat kepatuhan kandidat yang mengikuti seleksi. Menurut koalisi, kepatuhan LHKPN bisa menjadi alat ukur untuk menilai integritas orang dalam hal pemberantasan korupsi. Koalisi mendesak agar pansel menggugurkan kandidat yang tidak taat LHKPN. Koalisi juga meminta pansel menggunakan LHKPN sebagai kewajiban dalam pendaftaran.
Dharma Pongrekun adalah salah satu dari 40 orang yang lolos seleksi capim KPK hingga tahap profile assessment. Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara ini menolak bila LHKPN menjadi syarat dalam seleksi capim KPK. Menurut dia, desakan dari koalisi itu muncul dari rasa tidak suka terhadap capim dari unsur tertentu. “Itu suruh ngobrol sama saya, diskusi sama saya,” kata dia.
Feri mempersilakan bila ada capim KPK yang tidak sependapat soal LHKPN dengan koalisi. Namun, menurut dia, melaporkan LHKPN adalah kewajiban berdasarkan UU. “Kalau ada capim yang mengatakan begitu kita tunggu pansel bicara apa. Bagaimana seorang capim KPK menentang ketentuan UU, lalu masih bisa lolos di tahapan selanjutnya?” kata Feri.