TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum atau KPU merilis amar putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Umum Legislatif 2019 oleh Mahkamah Konstitusi. Dari 260 perkara perselisihan suara DPR, DPRD dan DPD yang diregister, dalam putusan MK hanya dikabulkan 12 perkara.
Sidang putusan tersebut digelar pada Jumat, 9 Agustus 2019, yang menjadi sidang putusan terakhir dari rangkaian pembacaan putusan untuk seluruh perkara sengketa hasil Pileg 2019.
"Putusan akhir dikabulkan sebagian ada 4 persen, 12 perkara," kata Komisioner KPU Ilham Saputra melalui keterangan tertulis pada Jumat, 9 Agustus 2019.
Sisanya, perkara yang dismissal dari 260 adalah 58 perkara. Sedangkan jumlah perkara yang dilakukan pemeriksaan pembuktian ada 122 perkara, dan tidak dilanjutkan ke pembuktian sebanyak 80 perkara.
Lebih lanjut Ilham menjelaskan berdasarkan putusan MK, perkara PHPU yang ditolak oleh MK ada 106 perkara atau 41 persen, dan 99 perkara atau 38 persen perkara tidak dapat diterima. "Gugur 33 perkara atau 13 persen, dan ditarik kembali 10 perkara, 4 persen."
MK menyidangkan perkara PHPU sejak 9 Juli 2019. Persidangan terbagi dalam tiga ruang sidang panel. Pada panel pertama diketuai Ketua MK Anwar Usman dengan anggota Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat. Anwar adalah Hakim Konstitusi dengan lembaga pengusul MA. Sedangkan Enny diusulkan oleh Presiden (pemerintah) dan Arief usulan DPR.
Kemudian panel kedua diketuai oleh Wakil Ketua MK Aswanto dengan anggota Saldi Isra dan Manahan MP. Sitompul. Aswanto merupakan Hakim Konstitusi yang diusulkan oleh DPR, Saldi diusulkan oleh Presiden, dan Manahan diusulkan oleh MA.
Panel ketiga diketuai I Dewa Gede Palguna dengan anggota Suhartoyo dan Wahiduddin Adams. Palguna merupakan Hakim Konstitusi yang diusulkan oleh Presiden. Sementara Suhartoyo diusulkan oleh MA dan Wahiduddin oleh DPR.
HALIDA BUNGA FISANDRA