TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan turut berduka atas meninggalnya ulama kharismatik KH Maimun Zubair. Pria yang akrab disapa Mbah Moen itu meninggal dunia sekitar pukul 04.17 waktu Arab Saudi, Selasa, 6 Agustus 2019. Tepatnya, Mbah Moen meninggal di Rumah Sakit Annur, Mekah, Arab Saudi.
"Beliau wafat di tempat yang dicintainya," cuit Mahfud lewat akun twitter-nya @mohmahfudmd. Mahfud mempersilakan cuitannya dikutip.
K.H Maimun Zubair memang merupakan seorang alim, faqih sekaligus muharrik (penggerak) yang menguasai secara mendalam ilmu fiqh dan ushul fiqh. Dikutip dari laman nu.or.id, Maimoen lama menuntut ilmu di Mekah semasa mudanya.
Pada umur 21 tahun, Maimoen belajar ke Mekah didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni Kiai Ahmad bin Syuáib. Di Mekah, Mbah Moen mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
Lama menuntut ilmu di Mekah, Kiai Maimoen juga mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. Kiai Maimun juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul al-ulama al-mujaddidun.
Selepas kembali dari tanah Hijaz dan mengaji dengan beberapa kiai, Kiai Maimoen kemudian mengabdikan diri untuk mengajar di Sarang, di tanah kelahirannya. Pada 1965, Kiai Maimoen kemudian istiqomah mengembangkan Pesantren al-Anwar Sarang. Pesantren ini, kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.
Selama hidupnya, Mbah Moen memiliki kiprah sebagai penggerak. Ia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun. Selain itu, beliau juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Kini, karena kedalaman ilmu dan kharismanya, Kiai Maimun Zubair diangkat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Semasa hidupnya, politik dalam diri Mbah Moen bukan tentang kepentingan sesaat, akan tetapi sebagai kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan.