TEMPO.CO, Jakarta - Polri menyatakan pelaku jual beli data pribadi dari Nomor Induk Kepedudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) di media sosial memperoleh data-data tersebut dari tempat umum.
Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, data yang diperjual-belikan didapat pelaku dari sumber publik, misalnya ketika seseorang akan registrasi masuk ke hotel atau reservasi.
"Maka itu dia sebagai pemulung identitas," katanya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada hari ini, Jumat, 2 Agustus 2019.
Dedi mengklaim penyidik sudah mengidentifikasi pemilik akun pelaku jual beli data pribadi. Namun, dia memastikan pemilik akun Twitter @hendralm bukan orang yang dicari polisi alias bukan pelaku.
Isu jual beli data pribadi di NIK dan KK pertama kali ramai setelah dibicarakan oleh @hendralm di Twitter. Unggahan pemilik akun dengan nama asli Samuel Christian tersebut ramai dibicarakan dan di-retweet hingga puluhan ribu kali.
"Ternyata ada ya yang memperjual belikan data NIK + KK. Dan parahnya lagi ada yang punya sampe jutaan data. Gila gila gila," tulis Samuel di Twitter.
Samuel juga memperlihatkan tangkapan layar yang menunjukkan percakapan tanya-jawab di media sosial Facebook tentang tawar-menawar koleksi data pribadi sesuai NIK KTP dan KK sekecamatan. Bahkan, data itu digunakan untuk daftar layanan Pay Later.
Menurut Dedi, berdasarkan penelusuran Tim Siber Polri Samuel bukan orang pertama yang menyebarkan informasi dan membuat konten semacam itu. "Nanti kami ekspos. Sudah berhasil diidentifikasi. Kalau sudah, nanti kami ekspos," ucap Dedi tentang pengusutan jual beli data pribadi.
ANDITA RAHMA