Jakarta - PDI Perjuangan akan membahas wacana penggabungan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan dalam Kongres ke-V di Bali, 8-10 Agustus mendatang ke dalam kabinet Jokowi periode kedua. Selain pertimbangan sejarah, PDI Perjuangan merujuk pada kementerian di Jepang.
Politikus PDIP Arif Budimanta mengatakan ada sejumlah pertimbangan ekonomi di balik usulan penggabungan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Resminya, usulan tersebut akan dilontarkan dalam Kongres.
Arif mencontohkan Jepang, negara yang menggabungkan Kementerian Perdagangan dan Perindustrian. Di negara ini terdapat Ministry of Economy, Trade and Industry (METI). Substansi penggabungan dua kementerian, ujar Arif, menyangkut strategi produksi yang menyatu dengan kebijakan perdagangan. Sebab, saat ini, ujar Arif, kondisi perdagangan internasional mengalami 'multipolar power relation'.
"Sebagai contoh dalam waktu bersamaan kita menghadapi perang dagang antara Cina dan Amerika, di sisi lain kita juga harus menghadapi soal sawit kita UE dan India, mulai soal tarif sampai lingkungan," ujar Wakil Ketua Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) ini.
Dari sisi industri, ujar Arif, Indonesia mengarah ke industri 4.0. Dan dalam waktu yang bersamaan, Indonesia mengembangkan biodisel bahkan cita-citanya hingga B100, sementara di sisi lain, akan mengembangkan mobil listrik. "Streamline kebijakan terkait hal tersebut di atas memerlukan keterpaduan sehingga hasilnya neraca perdagangan kita membaik, neraca transaksi berjalan surplus," ujar Arif Budimanta.
Pertimbangan-pertimbangan itulah, ujar Arif, yang akan dikaji dan dibahas dalam Kongres V PDIP untuk mengawal pemerintahan Jokowi-Ma'ruf ke depan. "Jadi soal keputusan disatukan atau tetap seperti saat ini kami kembalikan ke Presiden. Terpenting, tujuannya adalah keinginan agar industrialisi terjadi dan neraca dagang surplus, sehingga kemandirian ekonomi terwujud".