TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada korporasi yang diuntungkan dari suap perizinan proyek Meikarta atau disingkat suap Meikarta.
"Kami sudah mengidentifikasi bahwa dugaan suap ini memang dilakukan untuk keuntungan korporasi yang mendapatkan izin di sana," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Rabu, 31 Juli 2019 soal kasus suap Meikarta tersebut.
Namun, KPK urung memastikan ada keterlibatan korporasi dalam suap tersebut. KPK menyebut telah memetakan peran masing-masing individu yang terlibat kasus ini. Peran dipetakan berdasarkan peran sebagai individu atau merupakan representasi dari kepentingan korporasi. "Pengembangan perkara akan terus dilakukan," kata dia.
Dalam perkara ini, KPK telah menjerat 11 orang menjadi pelaku. Awalnya, KPK menetapkan 9 orang menjadi tersangka, yakni Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin serta 4 pejabat di lingkungan Pemkab Bekasi. Neneng dkk terbukti menerima suap dengan total Rp16,18 miliar dan Sin$270 ribu. Atas perbuatannya, Neneng divonis divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan serta pencabutan hak politik 5 tahun. Sementara anak buahnya, divonis 4,5 tahun penjara.
Sedangkan pemberi suap, mantan petinggi Lippo Group Billy Sindoro dan tiga anak buahnya dihukum antara 1,5 tahun hingga 3 tahun penjara.
Belakangan, KPK juga menetapkan Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa menjadi tersangka suap Meikarta. KPK menyangka Iwa menerima suap Rp 900 juta menyangkut Pembahasan Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 2017. Perubahan RDTR diperlukan karena proyek Meikarta mencakup lahan yang relatif luas.
KPK juga menetapkan eks Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Bortholomeus. Ia disangka memberi suap Rp 10,5 miliar ke Neneng untuk memuluskan proses perizinan.