TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menduga masih ada pihak lain yang menerima uang dalam kasus suap perizinan proyek Meikarta.
Dugaan ini berdasarkan fakta persidangan. "Dari fakta yang ada kami duga masih ada pihak lain yang menerima aliran dana ataupun pihak lain yang diduga berperan dalam konstruksi perkara ini," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Jakarta, Selasa, 30 Juli 2019 soal lanjutan kasus proyek perumahan vertikal Meikarta.
Febri mengatakan KPK bakal terus menelusuri peran pihak lain dalam perkara ini. Peran para pihak tersebut bisa sebagai pemberi atau penerima suap. Dia bilang pengembangan kasus akan dilakukan secara bertahap.
Banyaknya pihak yang diduga terlibat kasus ini berkaitan dengan luasnya perizinan yang dibutuhkan membangun proyek. Febri mengatakan ada enam perizinan mulai dari Rencana Detail Tata Ruang, Izin Peruntukan Penggunaan Tanah hingga izin pemadam kebakaran.
Sebelumnya, KPK menetapkan Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa dan eks Presiden Direktur Lippo Cikarang Bartholomeus menjadi tersangka.
KPK menyangka Iwa menerima suap Rp 900 juta menyangkut Pembahasan Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 2017. Perubahan RDTR diperlukan karena proyek Meikarta mencakup lahan yang relatif luas. Sementara, Bortholomeus menjadi tersangka dalam perkara dugaan suap terkait dengan pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Penetapan dua tersangka ini menambah panjang jumlah orang yang menjadi pelaku korupsi di proyek Meikarta. KPK telah menjerat 9 orang tersangka sebelumnya, yakni Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin serta 4 pejabat di lingkungan Pemkab Bekasi.
Neneng dkk terbukti menerima suap Meikarta dengan total Rp16,18 miliar dan Sin$270 ribu. Atas perbuatannya, Neneng divonis divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan serta pencabutan hak politik 5 tahun. Sementara anak buahnya, divonis 4,5 tahun penjara.
Sedangkan pemberi suap (proyek Meikarta), mantan petinggi Lippo Group Billy Sindoro dan tiga anak buahnya dihukum antara 1,5 tahun hingga 3 tahun penjara.