TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Umum Partai Nasional Demokrat atau NasDem Surya Paloh membantah telah bertemu empat mata dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi guna membahas nasib posisi Jaksa Agung yang kini dipegang eks kader NasDem Muhammad Prasetyo.
Paloh juga membantah secara khusus meminta Presiden Jokowi memperpanjang masa jabatan Prasetyo di periode kedua. "(Posisi Jaksa Agung) Itu terserah Pak Presiden," ujar Paloh di Yogyakarta, Selasa 30 Juli 2019.
Paloh menegaskan, Prasetyo langsung diberhentikan dari partai begitu menjabat sebagai Jaksa Agung. Hal itu dilakukan agar Prasetyo bisa berkonsentrasi dengan tugasnya. "Komandannya dia (Prasetyo) satu, presiden, jadi salah kalau ada kabar bosnya Jaksa Agung itu ketua umum partai," ujar Paloh.
Ketua Umum NasDem itu membantah jika alotnya negosiasi untuk mempertahankan Prasetyo di posisi Jaksa Agung yang membuat hubungannya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri merenggang. "Dasarnya apa (saya jadi renggang dengan Megawati)? Saya sudah bilang begini, apalagi," ujarnya.
Paloh mengatakan, jika asumsi-asumsi soal pembagian jabatan seperti itu dipelihara di tingkat elite maka akan rusak kehidupan bernegara. Ia mengaku sampai saat ini partainya belum menyodorkan nama-nama calon menteri atau setingkat menteri untuk kabinet Jokowi periode kedua.
"(Menyodorkan nama calon menteri) itu tidak boleh kami lakukan, kalau yang dimaksudkan nominasi kandidat untuk kabinet," ujar Paloh.
Meski belum menyodorkan nama calon menteri, kata Paloh, NasDem siap jika Presiden Jokowi meminta. "Sampai sekarang belum diminta (sodorkan nama)," ujarnya.
Paloh beralasan partainya belum menyodorkan nama calon menteri karena masih menjunjung budaya ewuh pakewuh atau malu. "Di tengah budaya kita yang super bebas ini izinkanlah NasDem menganutnya (ewuh pakewuh), ya sedikit lah sikap-sikap yang mungkin sedikit konservatif," ujar Paloh.
Paloh mengatakan, jika kadernya diberi kesempatan mengisi kursi menteri, pihaknya juga tak akan menargetkan berapa banyak harus teraih. "Hanya presiden yang memiliki hak prerogatif itu (posisi menteri). Bukan partai politik," ujarnya.
Paloh mengungkapkan dirinya terbuka jika ada penambahan koalisi Jokowi seiring kabar bergabungnya Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN). "Kalau pun kita mau atur komposisi baru, silakan saja. Asal cara mengaturnya juga menurut adat yang berlaku, dibicarakan di koalisi dulu, disampaikan seperti apa," ujarnya.